Menyoroti Tipografi Asia Tenggara lewat The Southeast Asian Types No.1

Melanjutkan konsistensi dalam menerbitkan publikasi cetak, Further Reading merilis Further Reading Zine Series: The Southeast Asian Types No.1. Publikasi ini menampilkan karya, wawancara, dan esai soal tipografi dari para pelaku di Asia Tenggara. Menurut Januar Rianto, chief editor dan creative director terbitan ini, ide publikasi ini bermula dari Further Reading Print No.3: Down South, Outgazing Our Views yang diterbitkan pada tahun 2021 lalu. Ia mengatakan bahwa pada publikasi tersebut terdapat beberapa kontribusi atau esai dengan fokus pada tipografi, bahasa, budaya, dan keterhubungannya dengan kondisi sosial politik. “Dari situ kami melihat ada potensi untuk disiplin atau topik ini diulas secara lebih spesifik dan lahir lah seri publikasi The Southeast Asian Types yang pertama di tahun ini,” ia menjelaskan.

Januar mengatakan bahwa publikasi ini intensikan untuk menjadi publikasi yang secara spesifik menyoroti perkembangan disiplin dan industri rancangan tipografi di Asia Tenggara dan diharapkan dapat menjadi referensi yang cukup baik untuk komunitas desain tipografi maupun desain grafis. Publikasi ini tampaknya menjadi bentuk konkret terhadap fokus dan ketertarikan Further Reading pada Asia Tenggara. Januar menuturkan, “Sejak dimulainya Further Reading pada tahun 2017, ketertarikan pada Asia Tenggara sudah ada. Setahun kemudian, kami mulai lebih mencari tahu dan mempelajarinya. Kemudian sejak 2019, sejak unit penerbitan kami dibentuk [Further Reading], kami memang memutuskan untuk lebih memiliki banyak fokus pada Asia Tenggara dan korelasinya atau keterhubungannya dengan dunia luar.”

Pada seri ini, Further Reading mengundang Aditya Wiraatmaja untuk terlibat sebagai salah satu editor dan merangkap menjadi desainer editorial. Menurut Adit pribadi, keterlibatan awalnya meliputi pembuatan daftar kandidat kontributor, menjadi kurator, dan menentukan konten yang akan disampaikan di dalam The Southeast Asian Types No.1. ”Di awal tuh ditentuin gitu kalau isinya [dari publikasi ini] ada interview, showcase karya, dan esai. Jadi, tiga komponen itu yang dari awal ditentukan harus ada. Dari situ, aku ngebantu nge-develop itu. Kira-kira kontributor mana yang cocok ngisi tiap bagian,” Adit memaparkan.

Volume perdana terbitan ini melibatkan 23 kontributor dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Adit mengatakan bahwa ia sudah sempat berinteraksi dengan sebagian besar kontributor dari luar Indonesia yang terlibat, setidaknya melalui media sosial. Menurut Adit, tidak ada ketentuan khusus dalam proses seleksi dan mengundang kontributor. Baginya dan tim Further Reading, keberagaman kontributor merupakan poin utama yang ingin dicapai. Sementara untuk tema, Januar mengatakan “Dari awal perencanaan dan penyusunan konten, kami lebih memfokuskan diri pada pencarian kontributor atau orang-orang yang menurut kami relevan baik secara arah editorial maupun relevan terhadap Further Reading dan pembacanya. Baru kemudian setelah berproses kurang lebih satu tahun lebih, muncul benang merah dengan sendirinya, yang condong ke arah tipografi dan vernakularitasnya.”

Zoom

Seperti judul-judul lainnya dari Further Reading, The Southeast Asian Types No.1 diproduksi melalui teknik cetak risograph. Januar mengatakan, “Setelah kami mampu membeli mesin RISO kami sendiri di tahun 2021, kami mulai lebih intense mempelajari dan mengulik teknik cetak stencil printing ini sebagai salah satu metode dan cara kerja dan strategi kami sebagai penerbit mandiri.” Dalam pandangan Januar, hal ini merupakan sebuah keberlanjutan dan komitmen Further Reading kepada penerbitan independen yang melibatkan teknik cetak alternatif.

“Dari segi desain pun tidak ada arahan khusus. Secara pragmatis, lebih mengarah kepada teknis dan efektivitas visual dan produksi, seperti penggunaan bahan. Bisa dibilang bahwa Further Reading tidak pernah membuat “arahan kreatif” yang khusus untuk desain publikasi-publikasi kami.” Januar menjelaskan. “Desain yang ada maupun terbentuk, selalu berangkat dari respon terhadap konten atau isi dan pemahaman konten atau isi terhadap bentuk dan format dari publikasi itu sendiri. Dari pemahaman dan intensi itu, menurut saya, arahan kreatif dan desain itu akan muncul "dengan sendirinya” karena merupakan byproduct dari keseluruhan proses editorialnya sendiri sejak awal.”

Bagi Adit, keterlibatannya dalam proyek ini merupakan intensinya untuk memperkenalkan aksara dan budaya tulis Indonesia khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya. Dengan cakupan pembaca Further Reading yang luas, publikasi ini Adit harapkan dapat meningkatkan kesadaran publik terhadap keberagaman tipografi Indonesia dan Asia Tenggara. Wacana soal tipografi di Asia Tenggara yang disampaikan lewat publikasi ini sendiri menunjukan bagaimana kebudayaan masing-masing daerah dan tipografi lokal saling berkelindan. The Southeast Asian Types No.1 pun dapat menjadi ceruk dalam melihat kekayaan budaya di Asia Tenggara sekaligus menjadi warna baru dalam pembahasan tipografi yang melulu berkutat pada dunia Barat. Edisi pembuka ini layak diapresiasi dan kelanjutan dari publikasi ini pun patut ditunggu, mengingat publikasi ini akan menjadi seri khusus terbitan Further Reading.

Pada awal November lalu, Further Reading sempat diundang oleh BITS 10 untuk mempresentasikan publikasi ini. Judul ini pun ikut dalam serangkaian partisipasi Further Reading pada beberapa art book fair pada tahun ini, seperti Bangkok Art Book Fair, Kuala Lumpur Art Books Fair, dan Fotobook DUMMIES Day. Selanjutnya, The Southeast Asian Types No.1 akan melakukan serangkaian aktivasi pada tahun depan, seperti lokakarya, pameran, dan diskusi.

About the Author

Daud Sihombing

Daud Sihombing has been writing professionally for the past 9 years. This fervent alternative publishing enthusiast prefers his quaint little town over the hustle and bustle of the city and doesn't let sleep stop him from watching every single AS Roma match.