Mengenang Amenkcoy: Suara Lantang dan Kritik Sosial dalam Karya Grafis
“Dipreteli sugema, manufaktori odong-odong, rekayasa politik menelanjangi korporat, para pemuka agama kocar kacir, penggemar baju seragam anak perawan di balik bilik warung internet, hama bernama discount, swasembada obat perangsang, suara lantang dari kemiskinan, piston mesin ambigu, jual beli tikus kantor, buka tutup estetika posmodern, dan kamu yang bikin kesal aku terus!” Diksi-diksi tajam dan kritis mendampingi ilustrasi yang lugas dan berani dari Amenkcoy. Karya pria bernama asli Mufti Priyanka ini telah menghiasi dinding-dinding pameran, poster dan rilisan fisik musik, hingga berbagai desain produk. Kepergian Amenkcoy di usia 44 tahun pada 7 Juni 2024 lalu menyisakan kedukaan mendalam bagi pelaku seni dan desain di Indonesia.
Lewat gambarnya, seniman grafis asal Bandung ini menangkap kehidupan urban masyarakat kelas bawah yang sering terlupakan. Dengan garis-garis penuh satir, Amenkcoy juga kerap kali menangkap fenomena sosial-politik dalam ilustrasinya—menekankan pesan perjuangan dan kritik terhadap orang-orang yang berkuasa. Karakter dalam ilustrasi Amenkcoy banyak yang menampilkan gestur-gestur keseharian dengan pendekatan puitis. Selain itu, tak sedikit juga ilustrasi yang menawarkan gestur-gestur komedik yang dilengkapi narasi yang dekat dengan masyarakat. Amenkcoy juga dikenal dengan ilustrasinya yang vulgar; dengan gamblang menampilkan aktivitas seksual, bagian tubuh tertentu, yang walau tabu namun merupakan bagian dari kehidupan masyarakat di perkotaan.
Dalam jurnal “The ‘Sleborz Aesthetic’ of Amenkcoy a.k.a Mufthi Priyanka” karya Lingga Agung dan Novian Denny Nugraha yang diterbitkan oleh Atlantic Press dalam rangka 4th Bandung Creative Movement International Conference on Creative Industries 2017 dituliskan bahwa karya-karya Amenkcoy membongkar batas-batas kemapanan dan bisa dimaknai sebagai penolakan terhadapat “kebenaran” yang ternyata hanyalah rekayasa yang dibuat oleh kelompok kuat tertentu. Merespons hal tersebut, karya-karya yang dihasilkan pun kontradiktif dengan kemapanan—apa yang ditanamkan sebagai sesuatu yang “baik” di lingkungan sosial, politik, agama, dan budaya.
Dalam kekaryaan grafisnya, Amenkcoy cenderung menggunakan metode ilustrasi tradisional dengan pilihan warna hitam putih dan sentuhan arsiran. Terkadang, karya mendiang berupa coretan kata-kata dengan pesan kritik sosial di atas kertas putih. Eksplorasi warna dan bentuk umumnya dilakukan Amenkcoy untuk perancangan sampul album, merchandise, atau poster acara musik. Di skena musik lokal, Amenkcoy adalah salah satu seniman grafis andalan dalam berkolaborasi dengan musisi-musisi ternama. Sepanjang kariernya, Amenkcoy telah merancang visual untuk White Shoes and The Couples Company, Melancholic Bitch, Seringai, Koil, THEMILO, Majelis Lidah Berduri, dan masih banyak lagi. Karya kolaborasinya tersebut menggambarkan karakter musik masing-masing seniman dengan apik tanpa kehilangan jati diri visualnya. Kabar kepergian Amenkcoy sendiri pun disampaikan secara resmi pertama kali oleh band Seringai, disusul dengan ucapan bela sungkawa dari sejumlah musisi.
Duka juga dirasakan oleh skena zine, terutama di Bandung, selepas kepergian sang seniman grafis. Amenk, panggilan akrabnya, secara merdeka mengeksplorasi medium zine yang dinamakan Sleborz. Seri zine Sleborz—yang memiliki arti ugal-ugalan—juga mengambil narasi kehidupan masyarakat perkotaan dengan sentuhan budaya pop yang sering ditemukan di internet. Lewat seri zine ini, Amenkcoy memberdayakan komik underground untuk dipublikasikan. Dalam situs resmi Bandung Bergerak diceritakan bahwa keterlibatan Amenkcoy dalam Bandung Zine Fest 2013 memberikan warna baru dengan menawarkan isu keseharian dalam narasi visualnya—tidak melulu soal tren di waktu tertentu saja. Sleborz juga mendobrak pakem-pakem zine yang ada dan menjadikannya sebagai wadah eksperimentasi visual Amenkcoy yang selalu memikat. Salah satu edisi Sleborz dengan grafis paling ikonik adalah terbitan volume kedelapan. Pada sampul zine, Amenkcoy menampilkan karya dengan umpatan kasar kepada pemerintah yaitu “Pemerintah Kontol” dan sub judul “Memulai Revolusi dari Tempat Tidurku”. Sampul zine edisi tersebut dinilai sangat lantang dan berani—menantang pemerintah yang saat itu cukup ketat dalam melakukan sensor terhadap karya visual. Nama Sleborz sendiri juga digunakan untuk tajuk pameran tunggalnya pada 24 Juni hingga 8 Juli 2011 silam di Padi ArtGround, Jalan H. Ir. Djuanda, Bandung. Catatan kuratorial pameran tersebut ditulis oleh seniman Heri Sutersna atau yang lebih dikenal dengan nama Ucok Homicide.
Kepergian Amenkcoy adalah kehilangan besar bagi dunia seni grafis Indonesia, terutama bagi mereka yang terinspirasi oleh keberanian dan ketajaman kritik dalam karyanya. Sebagai seniman yang tak kenal kompromi, Amenkcoy selalu berhasil menggugah kesadaran sosial melalui karya-karya yang memadukan realitas pahit kehidupan perkotaan dengan humor satir dan vulgaritas yang tanpa tedeng aling-aling. Dalam setiap goresannya, ia menawarkan refleksi mendalam tentang kontradiksi sosial yang jalani sehari-hari. Amenkcoy meninggalkan warisan yang kaya akan nilai artistik dan kritis, melam—mendobrak tabu yang ada di masyarakat. Dengan keberaniannya, Amenkcoy telah membuka jalan bagi seniman-seniman muda untuk terus mengeksplorasi dan mengekspresikan diri tanpa rasa takut. Dalam semangat postmodernisme, karya-karya Amenkcoy akan terus hidup, menginspirasi dan menantang pemikiran kita tentang seni, budaya, dan kehidupan sehari-hari.
Selamat jalan, Amenkcoy. Karyamu akan selalu menjadi rekaman dari suara-suara keseharian yang tertindas dan terpinggirkan.