Dalam Fluks dan Fokus: Merayakan Mula di Pembukaan Ara Contemporary

Antisipasi bukan hal baru dalam lanskap seni Jakarta Selatan, dan Ara Contemporary hadir sebagai ruang yang menjawab kegelisahan itu—mendengar, menanggapi, dan terus bergerak. Bertempat di tengah hiruk-pikuk distrik bisnis kota, galeri ini baru saja membuka pintunya untuk publik. Ara Contemporary membawa visi “mendukung seniman Asia Tenggara dengan penuh pertimbangan”—sebuah visi yang berakar dalam nama ‘ara’: perpaduan inisial para pendirinya (Arlin, Ramadanti, Chandra), sekaligus penghormatan terhadap makna Sanskerta yang merujuk pada keterhubungan. Ada penghormatan yang mendalam terhadap nama tersebut, yang tampak dalam cara Ara membangun identitasnya, sebagai ruang yang melindungi, adaptif, dan peduli terhadap sesama.

zoom
Credit: Ara Contemporary

Pameran perdananya, "We Begin with Everything", adalah sebuah penghormatan terhadap awal: baik sebagai penanda lahirnya galeri ini, maupun proses bertumbuh dari para senimannya. Setiap karya merespons tema ini dengan menghadirkan ragam wujud diri; dari sentralitas tubuh oleh Carmen Ceniga Prado dan Alisa Chunchue, hingga eksplorasi materialitas kondisi manusia masa kini oleh Enggar Rhomadioni, Marcos Kueh, Natalie Sasi Organ, Kelly Jin Mei, Mar Kristoff, Wedhar Riyadi, Albert Yonathan Setyawan, Irfan Hendrian, dan Iwan Effendi. Sementara itu, Dawn Ng, Condro Priyoaji, Xiuching Tsay, Ipeh Nur, S. Urubingwaru, dan Agan Harahap menyentuh lapisan-lapisan waktu sebagai bentuk renungan atas keberadaan. Meskipun tiap karya tampak berdiri sendiri secara estetik, penempatannya saling membangun kontras yang ritmis, menciptakan aliran narasi di seluruh ruang.

Identitas Ara mengalir hingga ke desain arsitekturalnya. Palet warna netral menjadi ruh visual yang tak hanya hidup dalam laman digital—Instagram dan situs web—tetapi juga meresap ke dalam dinding-dinding beton dan garis-garis bersih yang membentuk bangunan galeri. Struktur ini berdiri tenang namun tegas, seperti pernyataan sunyi yang menantang gegap gempita cakrawala Jakarta Selatan. Saat melangkah masuk, suasana yang sama menyambut pengunjung—sebuah minimalisme kontemplatif yang membuka ruang untuk keheningan, bagi karya seni untuk berbicara dalam bisunya. Format white cube yang diterapkan tidak hanya menjadi wadah, tapi juga ruang perenungan yang terbuka.

Melalui pameran ini, Ara Contemporary menunjukkan dirinya sebagai kekuatan baru dalam dunia seni, terutama karena keberaniannya menghadirkan “konteks Asia Tenggara” sebagai medan dialog. Membayangkan Asia Tenggara melampaui batas geografis mengundang pertanyaan yang terus tumbuh: apa, atau siapa, yang membentuk Asia Tenggara? Di sinilah seni menjadi bahasa yang memungkinkan kita untuk membayangkan, menantang, bahkan menolak gagasan-gagasan lama, dan merumuskan ulang yang baru.

Sejalan dengan semangat We Begin With Everything, Ara Contemporary merayakan proses sebagai sebuah niat yang terus hidup—dan kami menantikan bentuk-bentuk baru yang akan muncul sepanjang perjalanannya.

We Begin with Everything terbuka untuk publik mulai 12 April hingga 4 Mei 2025. Jam operasional galeri adalah Selasa hingga Sabtu, pukul 11.00–19.00, serta tersedia kunjungan berdasarkan janji temu setiap hari Minggu.

ara-23
ara-24
ara-25
ara-26
ara-27
ara-28
ara-29
ara-30
ara-31
About the Author

Sabrina Citra

Sabrina Citra is a researcher who is based in Jakarta. She is currently interested in the intersection of aesthetics, cultural studies and language/linguistics.