Andi Rahmat Bicara tentang Pengalamannya sebagai Juri D&AD Awards
Di antara banyak kemeriahan D&AD Awards 2024 pada bulan Mei lalu, ada banyak hal yang patut dirayakan oleh industri desain Indonesia. Selain jumlah proyek terbanyak yang masuk dari Indonesia serta perhargaan Yellow Pencil kepada Innocean Indonesia untuk proyek mereka Yellow Canteen, peserta pertama dari Indonesia yang meraih penghargaan tersebut, panel juri D&AD tahun ini juga menjadi yang pertama yang mengikutsertakan juri yang berasal dari Indonesia—salah satunya adalah Andi Rahmat, Director dan Principal Designer di studio desain Nusaé yang berbasis di Bandung.
Didirikan pada tahun 2013, Nusaé, dengan portofolionya yang luas menampilkan karya-karya di bidang branding, editorial, dan spesialisasi khusus Nusaé, grafis lingkungan, dengan klien seperti Tubaba, Ayana, Bintaro Design District, dan banyak lagi serta berbagai penghargaan termasuk Good Design Award 2022 untuk City Branding. Andi juga sebelumnya pernah menjabat sebagai juri di penghargaan desain lainnya, seperti yang diwajibkan bagi semua juri D&AD, di Young Guns Awards 2021. Seperti yang diumumkan pada Januari 2024, Andi menjabat sebagai juri tipografi D&AD. “Sangat tidak menyangka saya dapat kesempatan yang sangat berharga menjadi salah satu juri D&AD Award pada Tahun 2024,” Andi memulai, “Karena saya tahu award ini sudah sejak lama sekali dan ini salah satu award desain dan kreatif yang cukup bergengsi di internasional.” Ia menjelaskan bahwa proses penjurian D&AD melibatkan tiga tahap penjurian yang dilaksanakan secara daring dan kemudian sesi pertimbangan tatap muka yang dilaksanakan pada hari-hari terakhir sebelum upacara penyerahan penghargaan untuk menentukan daftar pendek akhir dan penerima penghargaan pensil.
Menurutnya, yang membedakan pengalamannya dengan D&AD dari pengalaman penjurian lainnya adalah tingkat kompleksitasnya. “Tentunya masing-masing Award memiliki ketentuannya dan standarnya masing-masing, untuk D&AD Award saya merasakan cukup kompleks karena penilaiannya dari berbagai sisi. Misalnya dari kualitas desainnya seperti apa, teknik eksekusinya, inovasinya, dampaknya dan beberapa kriteria penilaian lainnya yang memerlukan diskusi yang cukup panjang.” Andi menjelaskan.
Menjadi juri D&AD Awards jelas bukan hal yang mudah. Dengan banyaknya karya luar biasa yang dikirimkan dari seluruh dunia, tidak mengherankan jika proses penjuriannya memakan banyak waktu. “Ketika finalisasi penjurian yang dilakukan dari jam delapan pagi hingga larut malam yang dilakukan bersama enam teman juri dalam kategori tipografi,” Andi mengingat kembali pengalamannya di London. Ada pula tanggung jawab untuk memahami konteks setiap proyek yang diajukan. “Yang pertama karena proyek yang di juri datang dari berbagai negara, jadi [kami harus] bekerja cukup keras untuk memahami konteks pada setiap proyek yang dinilai. Yang kedua, karena sehari-hari di Indonesia bukan bahasa Inggris jadi [saya] cukup memiliki tantangan terkait bahasa terutama jika berdiskusi dengan yang asli orang Inggris. Tantangan khusus sebetulnya tidak ada, namun teman-teman juri dari negara lain misalnya dari Cina, Jepang, Singapura itu cukup lebih dari satu orang, namun saya sendirian dari Indonesia. Harapannya kedepan semakin banyak lagi juri dari Indonesia yang terlibat sehingga bisa bawa nama baik Indonesia di jejaring desainer internasional.”
Salah satu faktor utama yang diutamakan Andi dalam proses penilaiannya adalah kontekstualitas. “Tentunya pertama kali yang dilihat adalah konteks proyeknya, background proyek, baru kemudian keberhasilan dari tujuannya untuk apa dan siapa,” ia jelaskan. Faktor lainnya adalah keindahan visual secara keseluruhan. “Detail dalam typography, sistem dalam mendesain, teknik cetak atau implementasi secara digital, inovasi dan kebaruannya apa dan juga tentu dampaknya seperti apa.” Pertimbangan ini terlihat jelas dalam proyek yang dipilihnya sebagai favorit pribadinya di panel “Jury Insights: Graphic & Type Design” yang diadakan pada hari kedua Festival D&AD—ADLaM: An Alphabet to Preserve a Culture. Proyek khusus ini membahas tugas merevisi, mengoptimalkan, dan mendigitalkan bahasa Pulaar yang sebelumnya tidak memiliki alfabet.
Andi mengamati bahwa dalam kategori tipografi saat ini banyak desainer yang merespons teknologi. “Bagaimana medium implementasi typography tidak hanya pada media cetak saja melainkan juga pada medium digital atau screen. Hal tersebut memberikan kemungkinan yang sangat luas dalam output visual-nya. Selain banyak yang bagus dan kontekstual, ada juga yang kadang jadi terlihat hanya eksperimen saja sehingga pemaknaan dan fungsinya tidak dapat ter-deliver dengan baik,” jelas Andi. Ia lanjut menjelaskan bahwa tren sering kali tidak dapat dipungkiri dan akan selalu terjadi di setiap era, biasanya sebagai respons terhadap kondisi dari gelombang yang sengaja diciptakan atau sebagai respons terhadap inovasi dan teknologi yang hadir. “Selama desain yang mengikuti tren diletakan sesuai konteksnya menurut saya sah-sah saja. Tren juga kadang bisa menghadirkan sesuatu yang baru dan signifikan berbeda dari yang sudah ada sebelumnya, namun tentunya harus dipikirkan secara mendalam,” ujar Andi.
Ia menegaskan kembali kekhawatirannya terhadap banyaknya desainer tipografi mengambil pendekatan eksperimental tapi masih kurang mempertimbangkan konteks. “Secara output saya melihat sangat beragam dan banyak sekali eksperimen dalam kategori typography yang saya juri, namun yang benar-benar memiliki kualitas tinggi tidak banyak, karena dengan kemudahan mengakses teknologi bagi siapa saja, sehingga sebagian besar banyak yang mirip secara teknis dan output,” jelas Andi. “Type designer semakin banyak yang lahir dengan adanya kemudahan teknologi dan informasi pembelajaran juga didorong oleh kebutuhan dari industri.” Meskipun demikian, Andi mengamati adanya peningkatan kualitas secara keseluruhan pada tipografi dan desain huruf yang berasal dari Indonesia. “Saya rasa dampak dari kemudahannya akses informasi yang memberikan banyak peluang referensi yang baik, didorong juga oleh kebutuhan industri yang memiliki kesadaran bahwa market sekarang sudah memiliki kesadaran tentang kualitas desain yang lebih baik.”
Menurut Andi, D&AD Awards sebagai penghargaan desain internasional dengan panel juri multinasional sangat penting dalam mengukur kemampuan dan kualitas karya di tingkat internasional. Khususnya bagi praktisi kreatif Indonesia, ia merasa bahwa D&AD merupakan kesempatan untuk membawa dan mempromosikan desain dan kreativitas Indonesia di panggung global. Memperoleh penghargaan juga dapat menjadi cara untuk mendapatkan kredibilitas sebagai desainer. “Penghargaan seperti D&AD juga dapat memberikan referensi untuk setiap generasi bagaimana peran desain dan kreativitas dapat memberikan dampak yang positif bagi kehidupan ini. Inovasi itu sangat penting sehingga mendorong para desainer untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru dan fokus terhadap peningkatan kualitas dan dampak yang baik bagi kehidupan.”