Di Antara Garis: Fluid Hospitality NUSAÉ, JIRO Hotel, dan SUGU Community

Desainer: NUSAÉ

Lingkup: Branding

Klien: JIRO Hotel dan SUGU Community

Ketenteraman telah menjelma menjadi salah satu nilai paling berharga di zaman ini. Di tengah dunia yang terus diguncang gejolak, kerinduan akan keheningan (sebagai momen untuk menyegarkan diri, beristirahat, dan menata ulang) kian mendalam. Bagi sebagian orang, jalan menuju ketenangan hanya ditemui pada jarak antara sebuah pondok yang tersembunyi di pegunungan, atau vila yang terletak di tepi samudra. Di sanalah tubuh dapat beristirahat melalui pelarian kembali menuju alam, dimana kesunyian tidak terputus. Namun bagi banyak orang lainnya, berpergian kepada tempat-tempat itu tidak terjangkau, karena mereka terikat pada rutinitas harian yang telah menahan; tanpa memberi mereka ruang untuk bepergian, berhenti, atau berjenak. Pertanyaan pun menggantung: ke mana seseorang dapat berpaling demi sejenak hening? Bagaimana “penyembuhan” dapat diakses di dalam denyut kota yang tak pernah benar-benar berhenti?

Pada Agustus 2025, hotel butik JIRO dan ruang komunitas SUGU Collective mengajukan sebuah jawaban. Berada di pusat Bandung, ruang bersama ini tidak menolak lingkungannya yang urban, dan menawarkan kelonggaran di tengah hiruk pikuk kota. Makna dari nama mereka mengacu pada etos Jawa tentang “membuat ataupun membuka ruang”, diterjemahkan melalui nama JIRO, yang diambil dari frasa “siji-loro” untuk membentuk terjemahan tunggal “satu-dua”, serta SUGU, adaptasi singkat dari kata Jawa “menyuguhkan” yang berarti “melayani”. Bersama-sama, JIRO dan SUGU mengajukan sebuah filosofi keramahtamahan dan pelayanan yang berpijak pada kelenturan, menyesuaikan diri dengan ritme kehidupan kota.

Demi mewujudkan visi ini, JIRO x SUGU bekerja sama dengan studio desain lokal NUSAÉ, yang merancang sebuah fondasi branding untuk menuntun baik sistem internal maupun ekspresi eksternal ruang tersebut. “Kami memandang branding bukan sekadar visual, melainkan sistem yang membentuk bagaimana orang merasakan dan bergerak melalui sebuah ruang,” ungkap Andi Rahmat, Design Principal NUSAÉ. Kerangka ini menyatukan intensi dengan estetika dan arsitektur untuk menghadirkan undangan agar pengunjung dapat “mengalir” dalam ruang, dan menawarkan kebebasan dalam beraktivitas. Menurut NUSAÉ, pengalaman ini bersifat “unik sekaligus saling melengkapi”, yang disesuaikan kepada pola hidup modern. Di JIRO x SUGU, pengunjung tidak tenggelam dalam kebisingan; sebaliknya, mereka diberikan landasan untuk beristirahat, serta pilihan untuk kembali—kapan pun mereka inginkan.

Filosofi ini diwujudkan melalui sistem visual yang oleh NUSAÉ disebut sebagai “irama alami”, di mana garis-garis tidak sekadar berfungsi sebagai identitas visual, tetapi juga sebagai penuntun ruang yang secara halus mengarahkan pergerakan pengunjung melintasi ruang hotel dan komunitas.

Sebagai contoh, bentuk huruf JIRO merefleksikan irama jeda. Dalam logo, alfabet-alfabetnya tidak berpadu membentuk narasi utuh; sebaliknya, ia hadir sebagai potongan-potongan yang terpisah, longgar, dan terukur. NUSAÉ menyebutnya sebagai tipografi siklikal, yang kemudian diperluas ke dalam detail lingkungan hotel dan bersama merajut kesinambungan di dalam alur desain mereka. Bahasa visual ini diperkuat oleh penggunaan warna hijau gelap nan dalam, tersebar di fasilitas privat maupun ruang publik, di mana pengunjung dibungkus oleh suasana tenteram. Di sini, garis-garis menjelma menjadi ambang: melintasi JIRO berarti memasuki sebuah wilayah yang dirancang untuk istirahat dan pemulihan.

Namun garis-garis tersebut juga meluas keluar, menuntun ke arah komunitas SUGU, di mana penekanan beralih dari kesendirian menuju kebersamaan. NUSAÉ menandai pergeseran ini melalui motif garis berkesinambungan (baca: lebih cair, lebih berjalin) sebagai gestur menuju ritme tumpang tindih dari aktivitas bersama. Makan, bersantai, bersosialisasi, hingga bekerja seluruhnya dilipat sebagai narasi ruang ini, diperkuat oleh palet warna abu-abu lembut dan putih yang konsisten pada menu, materi cetak, serta penanda ruang.

Bersama-sama, kedua identitas ini saling berdialog: yang satu menawarkan jeda, yang lain menyuguhkan komunitas — dua irisan dari sebuah irama yang tetap utuh. Dalam keseimbangan inilah terletak janji JIRO x SUGU: sebagai tempat di mana istirahat dan keterhubungan bukan bertentangan, dan menjadi suatu pasangan. Di sini, ketenteraman tidak terkait oleh jarak, ataupun sebuah pelarian ke lanskap yang jauh. Sebaliknya, ia menjadi sesuatu yang dapat ditumbuhkan di dalam kota itu sendiri: teranyam dalam pola kehidupan sehari-hari dan sebagai ritme yang selalu bisa kembali direngkuh. Dalam sudut-sudut hening JIRO, maupun dalam dengung komunal SUGU, pengunjung diingatkan bahwa penyembuhan tidak selalu berarti meninggalkan; terkadang ia justru ditemukan di ruang-ruang yang kita huni, ketika ruang itu dirancang dengan niat, kelenturan, dan kepedulian.


web-16
web-17
web-18
web-19
web-20
web-21
web-22
web-23
web-24
web-25

About the Author

Sabrina Citra

Sabrina Citra is a researcher who is based in Jakarta. She is currently interested in the intersection of aesthetics, cultural studies and language/linguistics.

Let your work shine!

Your work takes center stage! Submit your final assignment here to be assessed by experts of the field.

Submit

Similar Articles

Get ahead of the game with GMK+

Keep your finger on the pulse of the art and design world through newsletters and exclusive content sent straight to your inbox.