Melihat Praktik Desain Nusaé Lewat Pameran Keberlanjutan: Harmonisasi


Studio desain Nusaé kembali mengajukan pertanyaan lama dengan cara baru: bagaimana harmoni bekerja dalam desain? Pertanyaan itu menjadi dasar dari Kerberlanjutan: Harmonisasi, pameran yang berlangsung di Kopimanyar, Bintaro, Jakarta Selatan, pada 1–15 November 2025. Pameran ini bertepatan dengan peluncuran buku Harmonisasi/Harmonizing, diterbitkan oleh Suburbia Project, penerbit asal Malaysia yang berfokus pada buku-buku arsitektur dan desain.

Pameran dan buku ini menjadi kelanjutan dari refleksi panjang Nusaé, yang pada 2024 merayakan sepuluh tahun perjalanannya lewat pameran Harmonisasi di Taman Ismail Marzuki. Jika pameran sebelumnya menampilkan karya dan portfolio, maka Kerberlanjutan: Harmonisasi berfokus pada proses berpikir di baliknya: bagaimana gagasan harmoni diterjemahkan menjadi praktik desain yang konkret. 

Melalui pameran ini, Andi Rahmat pendiri dan principal designer Nusaé, ingin menegaskan kembali bahwa desain adalah cara untuk menegosiasikan hubungan antara manusia, ruang, dan lingkungan. Baginya, Harmoni adalah kondisi dasar yang menjaga keterhubungan berbagai elemen di alam. Ia menuntut upaya berkelanjutan untuk menyatukan perbedaan, menjembatani keberagaman, dan menjaga keseimbangan di tengah perubahan. Sebelum menjadi konsep, harmoni telah hidup sebagai laku manusia yang tercermin dalam ruang, seni, arsitektur, dan desain. Melalui daya cipta, manusia terus berupaya menerjemahkannya dengan memanfaatkan sumber daya di sekitarnya. 


Ruang pamer dibagi ke dalam tiga bagian yang menggambarkan lintasan gagasan harmoni dari masa ke masa. Bagian pertama, Upaya Harmonisasi dalam Kesinambungan Zaman dan Gagasan, memetakan prinsip-prinsip keselarasan dari sejarah desain dan kebudayaan. Ia mengajak pengunjung menengok ke belakang, melihat bagaimana harmoni muncul dalam berbagai bentuk dan konteks. Misalnya seperti komposisi rasio emas dan tri hita karma, sistem grid Josef Muller Brockman, sistem proporsi manusia Le Corbusier, serta vitruvian man Da Vinci. 

Bagian kedua, Pendekatan Nusaé, menjadi inti dari pameran ini. Di sini pengunjung dapat menelusuri metode harmonisasi yang diterapkan Nusaé dalam berbagai proyek desain—mulai dari identitas visual Kabupaten Tulang Bawang Barat di Lampung, sistem signage ruang publik, hingga branding untuk Bintaro Design District Setiap proyek ditampilkan bukan sebagai portofolio, tetapi sebagai studi penerapan prinsip harmoni dalam konteks sosial dan ruang yang spesifik.

Bagian ketiga, Proses Perancangan Buku, menampilkan bagaimana ide-ide tersebut disusun menjadi bentuk publikasi. Terdapat dokumentasi layout, sketsa, catatan editorial, dan artefak proses yang menunjukkan bagaimana prinsip harmonisasi juga diterapkan dalam perancangan buku itu sendiri.

Buku Harmonisasi/Harmonizing menjadi medium utama yang mengikat keseluruhan proyek ini. Buku tersebut merangkum enam pendekatan desain yang dikembangkan Nusaé: membaur, adaptasi, kontras, berpadu, keserasian, dan kinetik. Keenamnya merupakan cara pandang yang membantu desainer memahami hubungan antara karya dan lingkungannya. 

“Harmonisasi adalah nilai yang kami pegang selama berpraktik dalam satu dekade terakhir. Kami berharap buku ini dapat menjadi alat untuk menunjukkan nilai tersebut dalam studi kasus yang riil di industri desain di Indonesia yang semakin berkembang, dan kami harap buku ini dapat memantik ide-ide baru tentang desain yang mempertimbangkan nilai keberlanjutan juga kesadaran terhadap lingkungan yang lebih luas,” Ujar Andi Rahmat.

Melalui pendekatan ini, Nusaé menempatkan desain sebagai proses yang bergerak di antara berbagai lapisan: sosial, ekologis, dan ekonomi. Desain bukan hanya sebagai alat estetika. Ia adalah bagian dari ekosistem yang lebih besar. Prinsip itu terlihat jelas dalam cara mereka menampilkan pameran. Tidak ada hierarki antara teks, gambar, dan artefak. Semuanya disusun sejajar, menandakan hubungan yang setara antar unsur.

Selama lebih dari satu dekade, Nusaé dikenal melalui karya-karya yang menyentuh berbagai bidang: dari desain grafis dan editorial, hingga sistem informasi ruang dan user interface. Namun di balik ragam proyek itu, ada satu benang merah: upaya memahami keterhubungan antara desain dan kehidupan sehari-hari.

web-20
web-21
web-22
web-23
web-24
web-25
About the Author

Dhanurendra Pandji

Dhanurendra Pandji is an artist and art laborer based in Jakarta. He spends his free time doing photography, exploring historical contents on YouTube, and looking for odd objects at flea markets.