Nilai Nusantara dalam Identitas Baru Museum MACAN

Merayakan ulang tahun ke-7, Museum MACAN dengan bangga memperkenalkan identitas visual terbarunya yang dirancang oleh tim desain internal museum. Dengan pendekatan dinamis, identitas visual ini melambangkan keterbukaan, keberagaman, dan transformasi—mencerminkan pertumbuhan Museum MACAN selama tujuh tahun dalam mendorong pendidikan interdisipliner dan pertukaran budaya. Identitas Museum MACAN ini terinspirasi oleh konsep Nusantara, mewujudkan keterhubungan kepulauan Indonesia yang luas, di mana koneksi antar pulau menciptakan ruang bagi keragaman. Menggali lebih dalam soal identitas visual ini, Grafis Masa Kini berkesempatan untuk berbincang dengan tim Museum MACAN.

Di tahun ke-7 ini, Museum MACAN memiliki keinginan untuk mencerminkan pertumbuhan dan perannya dalam komunitas lewat sebuah penyegaran identitas visual. Venus Lau, Direktur Museum MACAN, menjelaskan lebih lanjut bahwa selama tujuh tahun terakhir ini, Museum MACAN telah menjadi lebih dari sekadar ruang untuk pameran seni; melainkan platform yang menghubungkan orang-orang, gagasan, dan budaya. “Identitas baru ini menangkap transformasi tersebut, dengan menekankan keterbukaan, inklusivitas, dan komitmen untuk mendorong dialog dari berbagai perspektif,” kata Venus. Lahirnya identitas visual baru ini menyelaraskan “wajah” dengan visi dan misi museum sebagai ruang dinamis untuk pertukaran budaya dan pembelajaran lintas disiplin.

Dengan tujuan yang kuat, proses perancangan identitas visual ini pun dipikirkan secara matang. Cindy Tan, Wakil Direktur dan Operasional Museum MACAN, menceritakan bahwa proyek ini berhasil dilaksanakan melalui kolaborasi erat antar departemen di Museum MACAN. “Proyek kolaboratif yang luar biasa ini dipimpin oleh tim Desain yang mengelola seluruh proses, termasuk perencanaan, riset, lokakarya, hingga pengembangan visual untuk memastikan konsistensi merek,” tutur Cindy. Masukan dari diskusi kelompok terfokus, kuesioner, serta lokakarya lintas tim pun dilaksanakan demi memberikan wawasan penting dalam pengambilan keputusan terkait kesadaran merek, nada komunikasi, dan nilai-nilai yang penting untuk diangkat. Cindy Tan menambahkan, “Pendekatan kolaboratif lintas departemen ini memastikan pelaksanaan proyek yang kohesif dan efektif.”


Secara konsep desain, identitas visual baru Museum MACAN berakar pada 'Nusantara,' dimulai dari gagasan tentang kepulauan, lalu berkembang menjadi pola pikir kepulauan. Astari Wisesa selaku Kepala Bagian Desain Museum MACAN menjelaskan bahwa pendekatan ini memandang Nusantara sebagai cara memahami kesatuan dalam keragaman serta menemukan keterhubungan yang tidak selalu terlihat secara langsung—nilai-nilai yang juga tercermin dalam proses desain tim internal museum. Lebih rinci, Sonya Putri, Desainer Grafis Senior Museum MACAN, menuturkan bahwa proses perancangan dimulai dengan mempertahankan perspektif lokal untuk menonjolkan keterhubungan dengan identitas Indonesia serta membangun rasa komunitas di antara masyarakat Indonesia. “Dengan kesadaran akan sensitivitas konteks lokal, kami secara sengaja menghindari referensi spesifik terhadap budaya, tradisi, atau daerah tertentu—fokus kami adalah membingkai branding di sekitar konsep kepulauan Indonesia, menonjolkan signifikansi geografisnya sebagai tema pemersatu,” imbuhnya.

Geografi khas Indonesia menjadi dasar penting dalam eksplorasi visual desainer di Museum MACAN. Logo terbaru Museum MACAN dirancang dengan garis-garis yang menggambarkan berbagai fitur geografis: garis miring, potongan, dan sudut persegi. Menurut penjelasan Sonya, potongan-potongan tersebut melambangkan keterbukaan, sedangkan sudut persegi mencerminkan nilai-nilai multiperspektif dari institusi ini. “Sebagai perpanjangan konsep ini, kami juga mengusulkan logo dinamis yang dapat diperbesar dan diperkecil sesuai grid tertentu. Konsep ini juga diperkaya dengan elemen elevasi yang terinspirasi dari lanskap Indonesia—dari pegunungan hingga lembah, garis pantai hingga lautan. Elemen elevasi ini menjadi kerangka panduan untuk konfigurasi logo dinamis yang melengkapi keseluruhan branding,” ia menambahkan. Tim Desain Museum MACAN juga melaksanakan riset tersendiri untuk identitas warna yang melibatkan pengumpulan inspirasi dari beragam objek dan subjek di seluruh Indonesia. Warna-warna terpilih dikumpulkan dari rumah tradisional, pakaian adat, hingga lanskap unik dari Sabang hingga Merauke, seperti warna hijau Taman Nasional Leuser di Aceh, pantai merah jambu di Nusa Tenggara, birunya air Raja Ampat, salju di Puncak Jaya, hingga spektrum warna kaya yang ditemukan pada flora dan fauna endemik dari berbagai wilayah Nusantara. “Eksplorasi ini menghasilkan palet yang lebih luas dengan nuansa cerah yang mencerminkan keberagaman Indonesia. Warna menjadi simbol kuat dari pluralitas, mengomunikasikan makna yang lebih mendalam sejalan dengan visi institusi untuk menghormati inklusivitas dan perspektif multikultural,” tutur Sonya.

Zoom-2

Tak hanya mengambil sari nilai Nusantara, Museum MACAN juga menggambarkan pertumbuhan dan transformasinya lewat identitas visual terbaru. Dalam mewujudkannya, pendekatan desain Museum MACAN berfokus pada masa kini dan masa depan, tanpa terikat oleh elemen visual masa lalu. Astari menjelaskan, bahwa arahan visual didasarkan pada hasil riset, terutama mengenai pergeseran demografi utama pengunjung dari generasi Milenial ke Gen Z. “Pergeseran ini memengaruhi keputusan desain kami, karena Gen Z—sebagai generasi yang tumbuh dengan teknologi digital—cenderung menyukai desain yang berani, penuh warna, dan tidak konvensional, dengan ketertarikan pada tipografi mencolok, tata letak dinamis, serta palet warna yang menarik perhatian,” katanya. Sebagai respons, sepanjang proses, Museum MACAN terus mengembangkan identitas visual untuk menciptakan tampilan yang berani dan kontemporer yang dapat terhubung dengan audiens ini.  Secara terapan, riset yang dilakukan bersama Departemen Layanan & Fasilitas Pengunjung mengungkapkan perlunya meningkatkan visibilitas sub-merek Museum MACAN, seperti Shop at MACAN dan MACAN Society. “Untuk mengatasi hal ini, kami mendesain ulang logo mereka dan mengintegrasikannya secara lebih mulus ke dalam arsitektur merek museum secara keseluruhan, memastikan logo-logo ini lebih kohesif, berdampak, dan selaras dengan identitas museum yang terus berkembang,” imbuh Astari. Lebih dari itu, sebagai wujud komitmen Museum MACAN untuk lebih terbuka, inklusif, dan ramah, tim desain menciptakan ikon-ikon intuitif yang mudah dipahami, menjembatani hambatan bahasa dan memberikan panduan yang jelas bagi pengunjung dari berbagai usia dan kemampuan, termasuk mereka dengan kebutuhan kognitif dan fisik yang beragam.  “Kami berharap pembaruan ini dapat berkontribusi pada pengalaman yang dapat diakses bagi semua pengunjung,” tutup Astari.

Kelahiran identitas visual baru Museum MACAN, dengan nilai utama keterbukaan dan keberagaman, tentunya beriringan dengan pertumbuhan museum di usia yang baru. Venus Lau menegaskan bahwa kedua nilai tersebut merupakan bagian vital dari setiap program yang dibuat di Museum MACAN. Baginya, dengan berkolaborasi bersama seniman, komunitas, dan kurator dari berbagai latar belakang, Museum MACAN berupaya menghadirkan beragam perspektif ke dalam setiap pamerannya. “Kami juga menciptakan berbagai program publik yang edukatif dan mudah diakses, yang melibatkan orang-orang dari semua usia, kemampuan, dan latar belakang budaya, memastikan bahwa setiap orang merasa diterima di museum ini,” imbuh Venus. Di sisi lain, Museum MACAN secara terbuka menjalin kemitraan dengan berbagai institusi lokal dan internasional untuk mendorong pertukaran budaya yang memperkenalkan seni Indonesia kepada audiens global sekaligus membawa seniman dan dialog internasional ke Indonesia. “Melalui upaya ini, kami memastikan bahwa keterbukaan dan keberagaman tetap menjadi inti dari misi kami serta memberikan dampak yang bermakna bagi para pengunjung,” kata Venus.

Zoom-2

Cindy Tan menambahkan, ke depannya, program-program Museum MACAN akan lebih banyak melibatkan kolaborasi dengan sekolah, universitas, dan kelompok komunitas beragam, mencakup berbagai latar belakang dan kemampuan. Pendekatan yang dilakukan ini bersifat dua arah: melalui program kunjungan sekolah bersponsor, kami menyambut siswa sekolah negeri dan komunitas yang membutuhkan dari wilayah Jabodetabek untuk menikmati pameran bersama tim Edukasi, serta program outreach di mana tim Edukasi mengunjungi sekolah negeri dan komunitas tersebut.  Tak hanya itu, Museum MACAN juga bekerja sama dengan berbagai mitra dan komunitas beragam—seperti seni tari, musik, film, kuliner, puisi dan buku, gambar dan ilustrasi, hingga yoga dan meditasi—untuk menghadirkan program yang menarik dan menyenangkan. “Kami juga menjadi museum pertama di Indonesia yang menyediakan panduan pameran dalam bahasa isyarat, sekaligus memberikan pelatihan bahasa isyarat kepada staf museum, sebagai bagian dari misi untuk membuat museum lebih ramah bagi komunitas tuli,” tambah Cindy. Demi menjangkau audiens di luar dinding museum, MACAN juga aktif membagikan konten kurasi inspiratif di saluran media sosial museum, yang disesuaikan dengan karakteristik audiens di setiap platform. 

Nilai Nusantara yang mencerminkan keberagaman dan keterbukaan telah dihidupkan oleh tim Museum MACAN melalui identitas visual yang hangat dan membawa museum lebih dekat ke hati pengunjungnya. Identitas baru ini tidak hanya menjadi simbol visual, tetapi juga cerminan dari perjalanan Museum MACAN untuk terus berkembang sebagai platform yang menghubungkan manusia, merangkul ide-ide segar, dan merayakan kekayaan budaya Indonesia. Dengan visi ini, Museum MACAN menegaskan perannya sebagai ruang aman di mana dialog terbuka dapat tumbuh dan koneksi yang bermakna dapat tercipta, menyatukan komunitas dengan cara yang penuh makna dan harapan.

Slide-1
Slide-2
Slide-3
Slide-4
Slide-5
Slide-6
Slide-7
About the Author

Alessandra Langit

Alessandra Langit is a writer with diverse media experience. She loves exploring the quirks of girlhood through her visual art and reposting Kafka’s diary entries at night.