Lauren Tsai dan Semesta Pop Surealisnya
oleh Dhanurendra Pandji
Banyak orang mengenal Lauren Tsai dari Terrace House atau perannya sebagai Switch dalam serial Legion, tetapi sebelum semua itu, ia merasa lebih nyaman berjibaku dengan pensil dan kertas dibandingkan dengan sorotan kamera. Ilustrasinya menggambarkan perasaan aneh, bentuk-bentuk sureal, dan figur-figur yang tersesat di antara dimensi. Gaya khasnya kemudian menarik perhatian industri kreatif, membawanya ke proyek-proyek seperti sampul komik Marvel dan kolaborasi dengan berbagai fashion brand. Meski kini ia dikenal di banyak bidang, dunia ilustrasi tetap menjadi tempat di mana ia merasa paling otentik.
Lauren Tsai memulai dunia modeling pada usia 15 tahun di sela-sela liburan musim panasnya di Jepang. Hingga suatu waktu ia mendapatkan peran dalam sebuah reality show bertajuk Terrace House dan sejak itu namanya terus melambung. Ia tak pernah terpikir untuk menjadi seorang aktris dan model. Cita-citanya adalah menjadi seorang ilustrator dan animator, dan oleh karenanya ia mengambil studi animasi di perguruan tinggi. Meskipun Tsai pun mengakui, beraksi di depan kamera telah banyak membantunya berproses mengenali dirinya sendiri. Di masa-masa remajanya, ia mengalami kesulitan mengelola rasa percaya diri dan kesehatan mentalnya. Bahkan ketika ia terlibat dalam Terrace House, ia masih bergulat dengan gambaran-dirinya sendiri. “Sebagian besar waktuku disibukkan dengan pikiran tentang apa yang dipikirkan orang lain tentangku, jadi aku tidak menjadi diriku sendiri sepenuhnya,” kesahnya. Seiring waktu, Tsai melihat keterlibatannya dalam Terrace House membuka banyak kesempatan untuk lebih menggali potensi diri dan menemukan makna kehidupan. Setelah hampir 12 tahun tinggal di Hawaii, Tsai akhirnya memutuskan untuk pindah ke Tokyo dan menekuni seni dan pemodelan sepenuhnya. Selain memiliki lebih banyak waktu untuk merefleksikan jalan hidupnya, ia pun memanfaatkan waktu luang selama di Terrace House untuk menyiapkan pameran tunggal pertamanya di tahun 2017. “Itu merupakan salah satu pengalaman terhebat bagiku karena itu adalah pertama kalinya aku memamerkan karya seniku kepada orang lain,” jelasnya dalam sebuah wawancara dengan Hypebeast.

Jepang menandai periode baru dalam kehidupan Lauren Tsai. Di sana ia mencoba keluar dari jeruji yang ia buat sendiri. Menghabiskan sebagian hidupnya di Hawaii, membuatnya merasa perlu untuk mencari tantangan baru. Tsai sendiri merasa memiliki hubungan kuat dengan Jepang. Sejak kecil dunianya banyak dibentuk oleh anime Jepang, terutama film-film Studio Ghibli. Tsai merasa film-film Ghibli memberinya pengaruh baik secara visual maupun pandangan hidup. Tumbuh sebagai pribadi yang introvert, ia dengan mudah merelasikan masa kecilnya dengan karakter utama Howls Moving Castle karya Hayao Miyazaki. Sebagai gadis normal yang tidak pernah mengira sesuatu yang istimewa akan terjadi dalam hidupnya, Tsai selalu bermimpi ia hanyut dalam dunia fantasi seperti yang dialami Sophie Hatter. Ia mengungkapkan bahwa kepindahannya ke Jepang seperti mengundang dunia mimpi kedalam hidupnya. Bahwa mimpi dan visi kreatif yang kita miliki sama pentingnya dengan kenyataan.
Ilustrasi Lauren Tsai adalah jendela menuju dunia yang aneh, seolah-olah sebuah mimpi yang tergambar dengan detail obsesif. Seperti karakter-karakter dalam film Tim Burton dan Henry Selick, gambarnya memiliki nuansa gotik yang khas—melankolis, misterius, dan cenderung komikal. Garis-garisnya melengkung dan ekspresif, sering kali tampak seperti sketsa spontan yang berkembang menjadi komposisi kompleks dengan cross-hatching dan teknik scribbling yang memperkaya teksturnya. Bayangan dan gradasi ia bangun dengan teknik dussel atau pun sapuan kuas, menciptakan kedalaman yang membuat karakter-karakternya tampak seperti makhluk yang bisa melompat keluar dari kertas kapan saja. Seperti Katsuya Terada, Lauren memiliki kecenderungan untuk mengisi setiap inci ruang dengan detail kecil yang tampak seperti hasil dari automatic drawing, yakni teknik doodling yang berkembang menjadi bentuk-bentuk yang semakin ganjil dan tidak terduga. Karakter yang ia ciptakan sering kali memiliki mata yang besar dan kosong, ekspresi yang ambigu antara kesedihan dan keterasingan, dibalut dalam atmosfer pop surealis. Warna-warnanya, meski tidak selalu gelap, sering kali memiliki saturasi yang teredam, seperti mimpi yang sudah memudar.
Sejak tahun 2017, ia sudah merilis beragam karya kolaborasi dengan berbagai fashion brand ternama. Model, aktris, dan ilustrator kelahiran Massachusetts ini pernah bekerja sama dengan Nike Jepang, melukis desain khasnya pada artikel Nike Air Force 1 dan Nike Air Max, serta menciptakan ilustrasi untuk lini tas nilon Marc Jacobs. Tak hanya di dunia fesyen, ia juga merambah ranah mainan koleksi dengan berkolaborasi dalam seri ke-38 Be@rbricks, serta merilis patung orisinalnya bersama Medicom Toy di ajang DesignerCon 2019. Masih dalam skena kultur pop, Tsai juga berkesempatan membuat ilustrasi edisi No.1 dari West Coast Avengers serta varian sampul Captain Marvel No.1 pada tahun 2019. Dalam beberapa tahun terakhir, Tsai mulai mengeksplorasi dunia animasi, termasuk menggarap animasi berdurasi 3 menit 23 detik untuk video musik Cool for It dari boygenius pada 2023. Terbaru, ia bekerja sama dengan seniman 3D Michelle Recio dalam proyek animasi Astrid dan Mar, membawa estetika khasnya ke dalam dunia visual yang lebih dinamis.
Lauren Tsai mengelola akun Instagram khusus @unreal.is.me sebagai portofolio karyanya. Penamaan akun tersebut mencerminkan filosofi hidupnya. Baginya, tidak ada keharusan untuk menjadi “riil” dalam apa pun. Tsai tidak membatasi dirinya pada satu bidang tertentu, sebuah prinsip yang ia tegaskan dalam kiat-kiat kreatifnya, “Konsep tentang apa itu yang ‘riil’ hanya akan membatasi atau bahkan menghancurkanmu.” Ia menganggap menciptakan sesuatu dengan dasar kecintaan dan rasa ingin tahu lebih penting ketimbang label disematkan pada kita. Pandangan inilah yang mungkin membentuk sosok Lauren Tsai yang kita kenal hari ini, seorang pengkarya yang tidak dapat didefinisikan dalam satu bidang.