Bandung Lights Festival 2025: Eksplorasi Cahaya, Ruang, dan Komunitas
Apakah cahaya bisa menjadi medium (baru) untuk berkarya?
Saat mendengarkan pertanyaan ini, reaksi pertama adalah penggunaan cahaya sebagai metafora: simbol dari mimpi, ide, serta pencarian akan harapan dan kemajuan. Ada sesuatu yang sakral dan tak tersentuh dari cahaya sebagai subjek tersendiri, karena sifatnya yang sulit dipahami membuatnya terasa elusif dan penuh misteri. Ketika pertama kali mendengar tentang Bandung Lights Festival, kami tertarik pada kemungkinan untuk mengeksplorasi cahaya tidak hanya sebagai medium artistik, tetapi juga sebagai ajang untuk menjelajahi wilayah baru dalam ekspresi seni di Indonesia. Saat ini, gagasan untuk bekerja dengan cahaya masih tergolong baru di lanskap seni dan desain kontemporer, dan pengunaannya masih menjadi sesuatu yang cukup niche antara designer, kreator maupun seniman.
Diluncurkan pada 3 Oktober 2025, Bandung Lights Festival hadir sebagai pengembangan dari ITB Light Festival: Kinarya Immersiva, yang didirikan pada tahun 2023 oleh Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung bekerja sama dengan Arafura Media Design. Festival media baru ini berhasil mengolah ruang tersendiri dalam dunia desain dan seni visual Indonesia, menandai pertama kalinya ada perayaan yang didedikasikan untuk cahaya – sebagai medium baru dalam seni.
Dengan tema “Looking After Dark”, festival ini berupaya menciptakan dialog antara cahaya, ruang-ruang urban, dan komunitas yang menghuninya. Bandung City Lights ini memposisikan dirinya sebagai ruang pertemuan—tempat untuk menumbuhkan kemungkinan konseptual dan teknis dari cahaya dalam merespons kota Bandung itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam pernyataan kuratorialnya, tema ini merepresentasikan “sebuah eksplorasi estetik sekaligus upaya untuk menyoroti ruang-ruang yang sering diabaikan,” seperti trotoar yang tidak ramah pejalan kaki, jalanan yang minim penerangan, dan tumpukan sampah yang disebut sebagai ‘tertutup oleh kegelapan dan kesibukan’.’ Dengan demikian, cahaya menjadi medium bukan hanya untuk inovasi, tetapi juga empati, sebuah sarana untuk menyoroti kemungkinan menuju masa depan Bandung yang lebih cerah dan inklusif.

Dialog ini terwujud melalui rangkaian program yang beragam, mulai dari pameran publik, pertunjukan, presentasi, hingga aktivitas interaktif, yang mengundang audiens untuk merasakan cahaya sebagai subjek sekaligus medium bersama. Selama dua hari penyelenggaraan, festival ini menampilkan deretan pertunjukan musik yang dinamis oleh Roh Elok, Rachel, Villian, Alexundra, Algorapture, Gus Paul, dan lainnya; mengubah kota menjadi kanvas hidup dari presentasi cahaya dan suara.
Untuk memperkaya pengalaman tersebut, rangkaian “Alight Sessions” diadakan di Laswi Heritage, dipandu oleh RA Dita Saraswati dan menghadirkan panelis seperti Isha Hening, Abdul Shakir, Ahmad Faris bin Hanapiah, Ben Yap,dan Qazim Karim. Diskusi ini dilengkapi oleh dua lokakarya: Projecting City Stories bersama Kery Utomo (Sampaikan) dan Looking After Dark for a Livelier City, kolaborasi antara .BDG Lights × ARUP. Lokakarya pertama mengeksplorasi cahaya sebagai medium bercerita, sementara yang kedua membahas potensinya dalam menciptakan solusi berbasis urban. Festival ini ditutup dengan penghargaan kompetisi antara mahasiswa yang merayakan bakat-bakat muda seperti Moo! Oh No!, Dapoer, dan Marfa Radina.
Saat malam tiba, kota pun berubah. Pertunjukan projection mapping menerangi fasad-fasad bangunan di kawasan Laswi Heritage, sebuah lokasi yang dipilih karena nilai sejarah dan potensinya untuk dimanfaatkan kembali. Pertunjukan bercahaya ini menampilkan karya dari 28 kreator profesional dan 18 seniman mahasiswa, dan menghadirkan kembali yang familiar melalui kilau cahaya yang fana, menyatukan seni, arsitektur, dan memori dalam pengalaman publik bersama.
Pada akhirnya, Bandung Lights Festival tidak hanya menerangi jalan-jalan kota—ia juga menerangi semangat kreatif masyarakatnya. Festival ini menunjukkan bahwa cahaya, dalam segala bentuknya, mampu melakukan lebih dari sekadar menerangi ruang; ia dapat menyatukan komunitas, memicu imajinasi, dan menyingkap keindahan tersembunyi yang hidup di dalam gelap.