Benang Transformasi: Blueprint Popomangun dan Noir Sur Blanc
Kolaborasi memberi napas pada ritme kehidupan kreatif Jakarta, saat para pelaku seni bersatu untuk menembus batas, membentuk narasi desain baru, dan mewujudkan ide-ide berani—mulai dari residensi kuliner pop-up, pertunjukan DJ di warteg hingga bar Jepang-fusi, hingga malam puisi spontan dan pertunjukan orkestra di toko buku dan kedai kopi lokal.
Popomangun, seniman asli Jakarta, turut ambil bagian dalam gelombang kolaborasi ini melalui proyek terbarunya bersama Noir Sur Blanc bertajuk “The Blueprint.”
Koleksi ini menghadirkan karya knitwear eksklusif hasil rancangan Popomangun, yang memadukan sentuhan artistiknya dengan estetika Noir Sur Blanc yang bersih dan elegan. Hasilnya adalah palet warna yang kaya: biru, hitam, putih, oranye mustard, dengan sentuhan krem dan cokelat muda yang memberi nyawa baru pada gaya minimalis khas Noir Sur Blanc. Beberapa potongan mengingatkan pada jersey sepak bola atau pakaian olahraga melalui permainan garis-garisnya, sementara yang lain tampil sebagai statement pieces dengan potongan yang unik dan eksperimental. Di pusat koleksi ini terdapat motif bunga—menjadi ciri khas Popomangun—yang menjadi pusat perhatian dan penanda narasi The Blueprint.
“Kami pernah berkolaborasi sebelumnya dengan Noir Sur Blanc dalam tema ‘Grow and Glow’, yang mencerminkan fase eksperimental kami saat itu,” ujar Popomangun dalam sebuah video yang membahas latar belakang proyek ini. “Karya-karyanya bersifat organik dan floral—kami memiliki identitas seperti bunga. Itu menjadi fondasi yang ingin saya bawa ke kolaborasi baru ini.”
Bab terbaru ini, yang mengusung tema Blueprint, terinspirasi dari proses penciptaan dalam seni tanah liat—dari bentuk awal yang belum jadi, melalui proses yang penuh sentuhan, hingga menjadi bentuk baru yang hidup. “Prosesnya dimulai dari titik nol, lalu berkembang menjadi sesuatu yang benar-benar baru,” jelas Popomangun. “Secara visual, hal ini bisa dirasakan lewat tekstur-tekstur yang kami hadirkan dalam koleksi ini.”
Ketika dikenakan, The Blueprint menjadi wujud transformasi, mencerminkan proses pembentukan dalam seni keramik. Pakaian-pakaian ini tidak hanya dihidupkan oleh pemakainya, tetapi juga sebaliknya—memberi karakter dan kedalaman pada pemakainya.
Penghormatan terhadap proses kerajinan terasa semakin kuat melalui bentuk pameran dan instalasi di ASHTA District 8. Instalasi ini menampilkan karya Popomangun yang menggabungkan motif tribal dan inspirasi visual ke dalam material rajutan, serta menghadirkan perjalanan kreatif koleksi ini—dari ide awal hingga hasil akhir. Pengunjung dapat menikmati berbagai aktivitas interaktif seperti personalisasi booth, live painting, peragaan busana, photobooth, aktivitas “stamp & collect”, hingga proses merajut secara langsung.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan rajut Indonesia, instalasi ini juga menampilkan dua mesin rajut ikonik dari tahun 1990-an. Flying Tiger Manual Knitting Machine, dikenal dengan teknik “rubbing” yang menuntut tenaga dan keterampilan tinggi, menghasilkan rajutan berkelanjutan yang dibentuk langsung dari benang, bukan potongan kain. Sementara itu, Lindie Cikan Linking Machine, sebuah mesin bundar presisi tinggi yang dikenal sebagai “mesin tailor” untuk rajutan, digunakan untuk menyambungkan panel kain dengan ketelitian tinggi. Kehadiran kedua mesin ini menegaskan posisi Popomangun dan Noir Sur Blanc sebagai penerus dan pengembang warisan tekstil lokal.
Instalasi ini berlangsung di ASHTA District 8, dari tanggal 21 Juli hingga 3 Agustus 2025.