Mengenang A.D. Pirous dan Pengaruhnya bagi Desain Grafis di Indonesia

Dunia seni rupa dan desain Indonesia kini sedang berduka. Abdul Djalil Pirous, atau yang lebih dikenal sebagai Prof. A.D. Pirous, mengembuskan napas terakhir pada 16 April 2024. Ia adalah seorang seniman dan guru besar yang menguasai teknik seni grafis dan selama hidupnya telah melahirkan karya-karya yang memengaruhi perkembangan seni visual di negara Indonesia. A.D. Pirous juga merintis Program Studi Desain Grafis di Institut Teknologi Bandung—membuka ruang pengetahuan desain lebih luas lagi dan mendorong setiap pelakunya untuk terus bertumbuh hingga saat ini. Gagasan A.D. Pirous dalam dunia desain grafis adalah jejak yang menuntun para desainer Indonesia untuk menemukan arti dari seni visual dan identitas ke-Indonesia-an itu sendiri. Maka, kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam dan, di waktu yang bersamaan, harapan yang lahir dari warisan-warisannya untuk desain grafis Indonesia ke depannya.

Mengenang A.D. Pirous, Grafis Masa Kini berbincang dengan Ismiaji Cahyono, Bureau Chief Desain Grafis Indonesia, yang memiliki memori bersama sang guru besar. Di mata Ismiaji, A.D. Pirous adalah mahaguru yang pengetahuan dan kebijaksanaannya menjadi teladan bagi pelaku dan akademisi desain grafis di Indonesia. “Bagi rekan-rekan desainer yang pernah diajar atau dibimbing beliau (A.D. Pirous), selalu ada perasaan segan dan hormat yang sangat tinggi (kepada beliau) karena pengalaman dan ilmu yang beliau bekali untuk mereka,” kata Ismiaji. Walaupun dipandang sebagai seorang mahaguru, pelaku desain grafis di Indonesia juga melihat A.D. Pirous sebagai sahabat, rekan sejawat yang tidak pelit dalam hal berbagi ilmu, serta tidak lelah dalam membantu dan mendorong sesama pekerja kreatif. “Beliau sadar betul akan regenerasi dan terus mendorong terobosan serta pencarian identitas desainer grafis Indonesia.” Dalam esai “Pendekar Pirous: Refleksi Obituari Profesor A.D. Pirous” yang diterbitkan di situs resmi Design Grafis Indonesia, Henricus Kusbiantoro, desainer Indonesia, mendeskripsikan A.D. Pirous sebagai sosok Pendekar Desain Grafis yang tidak bisa kompromi. Ia juga digambarkan sebagai seseorang yang senang berbicara atau memberi wejangan apa adanya. “Singkatnya: kejujuran dan transparansi,” tulis Henricus Kusbiantoro.

Zoom-1

Karier Abdul Djalil Pirous di dunia seni visual telah mengarungi masa kolonial, Orde Lama, dan Orde Baru, hingga Reformasi. Dalam catatan sejarah di situs resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI dituliskan bahwa semasa hidupnya, A.D. Pirous telah aktif menyelenggarakan pameran tunggal dan pameran bersama baik di dalam maupun luar negeri sejak 1960, seperti Pameran Lukisan Kaligrafi Islam (Jakarta, 1970), Pameran Retrospeksi (Jakarta, 1985), One-person Show of Prints di St. Martin’s School of Art (London, 1986), Pameran Seni Grafis Internasional di Galerija, Ljubljana, Yugoslavia (1977), Pameran Besar Seni Lukis Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta (1978) hingga Pameran The Third World Biennale of Graphic Art di Iraqi Cultural Center (London, 1980). Karya lukisnya sendiri merupakan gebrakan seni lukis modern dengan membawa pengaruh Islam. Menurut penuturan Ismiaji, bagi masyarakat awam dan pelaku seni rupa, karya-karya A.D. Pirous dikenal sebagai kaligrafi aksara Arab. Namun, bagi pelaku desain grafis, karya-karya sang mahaguru sangat erat dengan tata huruf atau yang lebih dikenal dengan sebutan tipografi. “Pak Pirous piawai bermain dengan batasan-batasan seni dan desain, menciptakan nilai-nilai komunikasi visual yang baru saat beliau berkiprah,” ungkap Ismiaji. 

Tak hanya karya visualnya yang berpengaruh pada dunia desain grafis di Indonesia, namun juga inisiatif-inisiatif yang digagasnya—menciptakan ekosistem yang lebih progresif bagi para desainer grafis. “Banyak yang tidak tahu bahwa beliau juga pelopor ekosistem kerja studio desain seperti pelaku profesi laksanakan sekarang,” kata Ismiaji. Pada 1973, A.D. Pirous mendirikan DECENTA (Design Center Association) bersama Adriaan Palar, T. Sutanto dan G. Sidharta. Ismiaji menjelaskan, “Melalui DECENTA, beliau menggarap proyek pemerintah dengan sistem kerja interdisiplin, suatu cara kerja baru yang membuka peluang eksperimen serta mendorong eksplorasi ke-Indonesia-an dalam berkarya seni atau desain.” Seiring berjalannya waktu, DECENTA berkembang menjadi wadah ekspresi, riset, dan penjelajahan segala hal tentang seni rupa dan desain di Indonesia. “Karya-karya cetak saring dari perupa DECENTA merupakan karya visual khas Indonesia yang mutakhir di era digital, bahkan lebih imajinatif, nakal, kritis, dan lepas,” tegas Ismiaji.

Kepedulian A.D. Pirous terhadap perkembangan desain grafis di Indonesia tak hanya seputar sistem kerja dan kekaryaan, tapi juga pendidikan desain grafis. Bagi Ismiaji sendiri, gebrakan terbesar A.D. Pirous adalah kontribusinya pada pendidikan Desain Komunikasi Visual (DKV) di Indonesia yang disusunnya bersama rekan-rekan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Bekal pengetahuan desain grafis yang dibawanya sepulang dari studi di Amerika Serikat diterapkan dalam bentuk sistem pendidikan yang bisa diikuti dan dipelajari oleh generasi-generasi penerus desain grafis. “Setelah studi banding di Rochester Institute of Technology, studio grafis ITB beliau kembangkan dan mekakarkan menjadi desain grafis di tahun 1973,” jelas Ismiaji. Dengan kontribusi besarnya pada pendidikan desain grafis di Indonesia, A.D. Pirous telah mewariskan ilmu yang kini diterapkan oleh para pelaku yang pernah mengenyam pendidikan DKV di kampus-kampus di Indonesia. Masih dalam esai yang sama, Henricus Kusbiantoro menuliskan bahwa baginya, A.D. Pirous tidak sebatas guru tapi juga pendekar. “Pendekar yang memperjuangkan bahwa Pendidikan Grafis, bukanlah dititikberatkan pada sosok desainer dengan kemampuan beradaptasi dengan gaya desain atau trend tertentu, tetapi langsung kepada esensi permasalahan… Kemampuan bercerita secara visual sesuai yang ingin disampaikan!” tulisnya.

Zoom-2

Menurut penuturan Ismiaji, menggali identitas bangsa Indonesia dalam desain grafis adalah warisan A.D. Pirous yang akan perlu didayakembangkan oleh para desainer grafis hari ini dan ke depannya. Sang mahaguru menurunkan pesan bagi para pelaku desain grafis untuk tidak lengah dalam menjelajahi nilai-nilai Indonesia sehingga dapat mengungkapkan ciptaan-ciptaan baru, bukan menjiplak kekayaan masa lalu. “Pelaku desain sekarang takut untuk mencari identitas ke-Indonesia-an, yang diutamakan refinement, disiplin grid, pengetahuan diksi tipografi. Tetapi, jati diri sebagai perancang, melalui nilai budaya dan bangsa sedapat mungkin detour dulu,” ungkap Ismiaji. Lebih dari itu, A.D. Pirous juga mewariskan semangat dan dorongan bagi desainer grafis untuk mewujudkan inovasi komunikasi visual melalui media-media baru. Ismiaji menambahkan, “Namun, yang terpenting gagasan pemecah solusi yang utama.” Ajaran lain dari A.D. Pirous yang terus diingat oleh Ismiaji adalah alih-alih terbelenggu dengan “gaya”, desainer grafis harus terus menggali nilai dari arti atau makna yang dikomunikasikan lewat karyanya.

Abdul Djalil Pirous adalah tokoh yang mewujudkan kemajuan bagi desain grafis di Indonesia. Dengan kepergiannya, dunia desain grafis saat ini kehilangan sosok panutan yang jejaknya mengantarkan generasi baru pada kemungkinan-kemungkinan yang lebih luas untuk dieksplorasi di industri ini. Raganya kini telah tiada, namun gagasan A.D. Pirous akan hidup abadi dan semangatnya akan terus berlipat ganda—menjadi nyawa bagi perkembangan desain grafis, dan seni visual secara keseluruhan, di Indonesia dari generasi ke generasi.

Slide-1
Slide-2
Slide-3
Slide-4
Slide-5
Slide-6
Slide-7
Slide-8
Slide-9
Slide-10
Slide-11

Foto milik arsip Desain Grafis Indonesia.

About the Author

Alessandra Langit

Alessandra Langit is a writer with diverse media experience. She loves exploring the quirks of girlhood through her visual art and reposting Kafka’s diary entries at night.