Simbolisme Alam dalam Pameran Korakrit Arunanondchai di Museum MACAN

Seniman kelahiran Thailand yang tinggal di New York dan Bangkok, Korakrit Arunanondchai, untuk pertama kalinya menggelar pameran tunggal di Indonesia. Dipersembahkan oleh Museum MACAN, pameran bertajuk Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen dibuka untuk publik mulai 30 November lalu dan berlangsung hingga 6 April 2025. Pameran ini menawarkan perspektif yang luas tentang praktik artistik Krit, dengan lanskap pameran yang diimajinasikan sebagai sebuah teater yang terdiri dari para aktor non-manusia yang mewujudkan bentuk-bentuk antropomorfis dan tampil melalui cahaya, suara, arsitektur, dan gambar.

Menampilkan karya-karya dari tahun 2018 hingga saat ini, pameran ini membangkitkan api yang ada di dalam benak kolektif kita, mengeksplorasi ketegangan antara hasrat akan pembaruan dan rasa takut untuk melepaskan. Korakrit juga menyoroti simbol burung dan ular—simbol yang muncul dalam berbagai mitos yang menceritakan asal-usul manusia sebagai metafora akan hubungan yang dibangun manusia pada struktur sosial dan alam, bukan hanya sekadar manifestasi fisik atau naratif. Dikenal dengan pendekatan penceritaan, karya-karya Krit menjawab kebutuhan kolektif akan narasi, sekaligus membongkar dan mempertanyakan kisah-kisah yang tidak lagi relevan dalam menghadapi masa kini. Didorong oleh rasa takut akan kehilangan akan sesuatu yang tidak diketahui dan akan ketidakpastian, sang perupa menggabungkan animisme dan fiksi ilmiah untuk menciptakan karya yang mengedepankan emosi manusia dan merangkul perasaan-perasaan pelik tanpa harus dijabarkan. Pameran ini menyelidiki hubungan antara bumi dan langit yang terhubung melalui beragam raga, baik yang membusuk maupun yang bangkit, semuanya menundukkan pandangan dan merapal doa untuk makhluk baru bersayap api yang akan muncul kembali.


Dari banyaknya karya yang ditampilkan dalam pameran tunggal ini, Krit membawa kembali No History in a Room Filled with People with Funny Names 5 dan Songs for Living. Saat diwawancarai oleh Grafis Masa Kini, Krit mengatakan bahwa ia memilih dua video tersebut secara spesifik karena salah satunya berhubungan dengan kegelapan hutan, sementara yang lainnya berkaitan dengan imajinasi tentang laut. Krit sendiri ingin pameran tunggalnya ini terasa seperti berada di antara hutan dan laut. “Secara khusus, dalam No History in a Room Filled with People with Funny Names 5, ada semacam tesis nasionalisme era Perang Dingin, yang menurut saya dapat dimengerti oleh semua orang di Asia Tenggara, karena ini semacam mitos asal-usul kontemporer kita,” jelas Krit. Pada karya Songs for Living, melalui teks yang diadaptasi menjadi naskah, terdapat konotasi Kristen yang cukup kuat. “Saya merasa warisan narasi Kristen ini, bersama dengan ide tentang laut, kelahiran kembali, dan kehidupan setelah mati, akan memiliki resonansi tertentu di sini (Indonesia), seperti halnya di Thailand,” imbuhnya.

zoom-2

Bagi Korakrit Arunanondchai, Sing Dance Cry Breathe I As their world collides on to the screen adalah sebuah pameran tentang emosi manusia yang dipindahkan ke dalam berbagai medium, objek, dan alam di sekitar kita. “Saya pikir untuk saat ini, ada begitu banyak perasaan yang diekspresikan melalui medium di luar diri. Medium tersebut menampung emosi kolektif, dan dapat dirasakan kembali melalui layar. Saya ingin menghadirkan sebuah pameran yang seakan-akan adalah sebuah teater aktor-aktor non-manusia, berbagi ruang dengan kita, membawa serta emosi yang mereka pendam,” ungkap sang perupa. Krit juga menambahkan bahwa pameran ini adalah sebuah panggung, yang mengundang penonton untuk menjadi penampil—bernyanyi, menari, menangis, bernapas, merasakan seluruh emosi yang dihadirkan melalui layar-layar yang ditampilkan. “Kita dapat mendengarkan hiruk-pikuk dunia non-manusia menyanyikan lagu-lagu ini, membawa semua perasaan ini kembali kepada kita,” tutupnya.

Venus Lau selaku Direktur of Museum MACAN mengatakan bahwa pameran ini mencakup beragam karya Korakrit Arunanondchai—menghadirkan spektrum tema yang berulang, termasuk proses pembusukan dan kelahiran kembali yang berlangsung secara bersamaan, sesuatu yang ghaib, hasrat kolektif terhadap kekuatan yang lebih besar, dan seni sebagai proses dalam memperbaharui spiritualitas. “Akan ada sejumlah lukisan baru yang belum pernah ditampilkan di tempat lain. Kami berharap dapat mengundang para pengunjung untuk menikmati karya seni Korakrit Arunanondchai di pameran penting ini,” ungkap Venus. Korakrit Arunanondchai: Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen bisa dikunjungi publik dengan memesan tiket di situs resmi Museum MACAN.

gallery-13
gallery-14
gallery-15
gallery-16
gallery-17
gallery-18
About the Author

Alessandra Langit

Alessandra Langit is a writer with seven years of diverse media experience. She loves exploring the quirks of girlhood through her visual art and reposting Kafka’s diary entries at night.