Menyelusuri Lanskap Keberagaman di Kuala Lumpur, Bangkok, dan Tokyo Art Book Fair 2023
Art book fair di wilayah Asia tahun ini menjadi cermin keberagaman gagasan yang hidup di dalam budaya masing-masing wilayah. Selain menjadi tempat para seniman dan penerbit independen memamerkan karya mereka, art book fair di Asia menjadi ruang aman dalam menyuarakan isu yang relevan di setiap regional, menjadikan acara tahunan ini pengalaman kreatif yang unik dan berbeda di setiap tempat. Jelang akhir tahun 2023 ini, Kuala Lumpur, Bangkok, dan Tokyo Art Book Fair menawarkan ragam topik yang memperkaya pemahaman akan ragam latar budaya di Asia.
Digelar pada 8 hingga 10 Desember 2023 di Kuala Lumpur & Selangor Chinese Assembly Hall (KLSCAH), Kuala Lumpur Art Book Fair (KLABF) tahun ini menjadi ruang seniman dan penerbit independen dari berbagai latar belakang, baik dari Malaysia maupun luar negeri, untuk memamerkan karya visual, khususnya cetak, dengan gagasan yang unik dan bentuk yang beragam. Tak sedikit seniman individu maupun kolektif, ilustrator, penulis, fotografer, dan desainer di KLABF 2023 menciptakan karya cetak yang menceritakan ekspresi diri dan keseharian seperti Lisa, atau lebih dikenal dengan nama ke ai de, yang memotret alam dan ruang hidup di sekitarnya beserta mobilitas manusia dalam karya ilustrasinya. Lebih luas, Penang City Eye mengajak pembaca menelisik gaya hidup warga di Penang, Malaysia, serta budaya sehari-hari hingga sejarahnya.
Tak hanya menyajikan potret keseharian, KLABF 2023 juga memberikan ruang bagi para seniman yang memiliki kegelisahan akan isu sosial, budaya, hingga politik di wilayah Malaysia dan global. Literature For Cute Girls akan hadir dengan karyanya yang mematahkan stereotip gender dan kecantikan yang kadang luput dari perhatian dan dinormalisasi oleh masyarakat luas. Di sisi lain, Malu Monsters akan menawarkan zine yang bertujuan untuk membuat pendidikan seks lebih mudah dipahami dan menyenangkan untuk dipelajari bagi audiens yang lebih luas. Tak jauh berbeda dari lingkungan masyarakat di Indonesia, Malaysia memiliki batasan tersendiri dalam pembahasan isu-isu yang dianggap tabu, seperti gender. Maka, tak heran jika isu ini memantik kreativitas beberapa seniman yang terlibat dalam KLABF 2023 untuk bersuara lewat kekhasan karya visual masing-masing.
Beranjak ke Thailand, Bangkok Art Book Fair (BKKABF) tahun ini diselenggarakan pada 1 hingga 3 Desember 2023 di Asia Hotel Bangkok. Dalam wawancara yang dilakukan secara daring, Pat Laddaphan, perwakilan dari STUDIO150 yang menginisiasi BKKABF bersama Bangkok CityCity Gallery, menceritakan bahwa acara tahunan ini lahir untuk menciptakan ruang bagi desainer, seniman, pelajar, dan penerbit independen untuk mendistribusikan karya cetaknya di tengah gempuran toko buku serta studio desain komersial di Bangkok. Pat juga merasa perlu adanya ruang yang mempertemukan para pelaku seni independen untuk berjejaring dan berkolaborasi.
“Peran desainer grafis di Bangkok sangatlah komersial. Maka, sangat sulit bagi kami untuk menjalankan proyek inisiatif sendiri. Itulah mengapa, kami menciptakan sebuah art book fair, bukan hanya untuk kami, tapi juga untuk mereka yang mengalami permasalahan yang sama dengan kami di industri kreatif ini,” cerita Pat.

Memasuki tahun ketujuh, BKKABF 2023 semakin bertumbuh luas sehingga Pat dan rekan-rekannya di STUDIO150 harus berpindah lokasi ke ruang yang lebih besar setelah bertahun-tahun bekerjasama dengan Bangkok CityCity Gallery. Setiap tahunnya, peminat BKKABF selalu meningkat, baik dalam skala regional, nasional, hingga internasional. Program presentasi dan diskusi dengan pembicara pun menjadi permintaan yang tinggi. Maka, di tahun ini, BKKABF menghadirkan simposium dengan para profesional dan praktisi seni visual yang digelar sehari sebelum art book fair dimulai untuk menjawab keluhan pengunjung dan eksibitor yang merasa tahun sebelumnya waktu sesi diskusi dan belanja di art book fair sangat bertabrakan.
“Setiap tahun, kami menawarkan sesi dengan pembicara lokal maupun internasional. Sejujurnya, aktivasi tersebut sangatlah kacau karena pengunjung tidak bisa fokus. Mereka ingin berbelanja, tapi juga ingin mendengarkan pembicara. Para eksibitor juga ingin mengikuti sesi diskusi, namun mereka harus menjaga booth mereka. Alasan lain, kami ingin eksibitor internasional yang tiba lebih awal di Bangkok ikut berpartisipasi. Maka itu, saya pikir sangat bijak jika tahun ini dilaksanakan satu hari sebelum acara,” jelas Pat.
Soal tema tahun ini, BKKABF fokus dalam mewujudkan Homeground Community yang menelisik ekosistem, tak hanya di Thailand, namun komunitas art book yang lebih luas, dengan mengumpulkan para pelaku seni dengan ketertarikan serupa, serta merefleksikan kerja komunitas dan kolektif di lanskap ekosistem art book. Maka, di edisi tahun ini BKKABF mengundang perwakilan dari Gudskul (Indonesia), The Book Society / mediabus (Korea Selatan), and Namkheun Collective (Thailand), sebagai pembicara.
Menggali dari segi konten dan artistik, Pat mengatakan bahwa salah satu keunggulan BKKABF adalah isu yang beragam dan menjadi cermin kondisi sosial-politik dan masyarakat Thailand. Di BKKABF, pengunjung akan menemukan karya cetak yang membahas kehidupan sehari-hari, ekspresi diri, hingga kompleksitas manusia seperti kesendirian, cinta, dan elemen personal lainnya. Tak hanya itu, para aktivis dan mahasiswa juga ikut serta dalam memamerkan karya yang menyuarakan isu identitas, seksualitas, hingga politik.
"Kami berkesempatan untuk berdiskusi dengan direktur art book fair lainnya di Asia Tenggara. Kami mendapatkan umpan balik yang mengejutkan yaitu dari sudut pandang mereka, konten di BKKABF sangat beragam dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya karena setiap negara pasti punya regulasi tersendiri terkait sensor," ungkap Pat.
Pat berpendapat bahwa art book fair di setiap kota sangatlah berbeda. Masing-masing regional memiliki dialog yang berbeda yang berpengaruh pada konten karya dan praktik kesenian yang dilakukan serta diciptakan oleh masyarakatnya. Seperti di Jepang, Korea, atau Taipe, ekosistem art book telah tumbuh dengan kokoh sejak lama, dibandingkan dengan di Asia Tenggara, kata Pat. Maka, negara-negara tersebut lebih unggul dalam praktik printing and binding karena memiliki teknologi yang lebih maju.
Berbicara soal Jepang, Tokyo Art Book Fair (TABF) telah memasuki tahun ke-13. Menghadirkan 300 penerbit, galeri, dan seniman dari Jepang maupun luar negeri, Tokyo Art Book Fair telah diselenggarakan pada 23 hingga 26 November lalu di Museum of Contemporary Art Tokyo. Berbeda dari tahun sebelumnya, Guest Country, program tahunan ke-7 kali ini memperkenalkan budaya penerbitan di lima negara Nordik yaitu Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, dan Islandia.
Tak hanya itu, TABF 2023 juga menghadirkan tiga pameran seni. Pertama, pengunjung dapat melihat karya dari Kiyosato Museum of Contemporary Art, yang didirikan oleh empat bersaudara yang mengoleksi karya seni kontemporer, terutama karya Joseph Beuys, Arnulf Reiner, dan Fluxus. Pameran kedua adalah seleksi karya arsip dari seniman autodidak Thomas Kong yang menghabiskan masa tuanya menciptakan banyak karya kolase untuk mengisi toko serba gunanya sendiri. Pameran ketiga menampilkan "Artists & Photographs" (1970), sebuah seri andalan Multiples, Inc., yang memamerkan karya 19 seniman dengan medium fotografi. Multiples, Inc. sendiri adalah perusahaan penerbitan yang didirikan pada tahun 1965 oleh sekelompok seniman, termasuk Marian Goodman.
Sorotan lain dalam TABF tahun ini adalah presentasi Shiseido tentang majalah budaya korporat, Hanatsubaki; tentang majalah gratis yaitu NOT FAR yang diproduksi oleh TOKYO DESIGN STUDIO New Balance; dan Trees: Five Perspectives, sebuah booklet yang diproduksi oleh BAUM khusus untuk TABF. Program lain yang ditawarkan tahun ini adalah sesi gelar wicara dengan pembicara tamu nasional maupun internasional, lokakarya untuk anak-anak, sesi penandatanganan buku oleh para penulis ternama, dan pertunjukan dari seniman.
Sebagai salah satu acara seni terbesar di Asia, Tokyo Art Book Fair bertujuan untuk memperjuangkan dan memimpin budaya penerbitan independen, dan menciptakan peluang ideal bagi pengunjung untuk menikmati karya cetak yang terus berkembang dan dinamis. Tak heran, secara konten, TABF 2023 mengunggulkan kemungkinan bentuk baru dan inovasi karya seni visual dan penerbitan yang tidak hanya berskala regional, namun juga internasional. Dengan program-program internasional yang telah menjamah negara-negara Eropa seperti Guest Country, TBAF menunjukkan posisinya di dalam kancah kesenian dan penerbitan Asia, dan dukungan untuk perkembangannya secara global.
Secara garis besar, art book fair di Kuala Lumpur, Bangkok, dan Tokyo bukan sekadar acara tahunan; namun juga menjadi catatan lanskap keberagaman yang relevan dengan kondisi setiap wilayahnya. Art book fair di Asia mampu menciptakan ruang dialog, pemahaman, dan amplifikasi suara terhadap isu krusial. Lebih dari itu, melalui halaman-halaman buku dan lembar-lembar cetak, setiap karya melahirkan gagasan yang saling terhubung dari satu regional ke regional lainnya.