Mengikuti Perjalanan Iman Kathrin Honesta Lewat Pameran “Ribbons”
Perjalanan iman manusia tidaklah selalu mulus, ada kalanya ikatan keimanan semakin kuat, ada kalanya renggang. Pasang surut keimanan inilah yang dibawa Kathrin Honesta ke karya visualnya dalam pameran tunggal “Ribbons”. Hingga 5 Januari 2024 mendatang, Kathrin Honesta mengajak audiens untuk ikut merasakan pengalaman spiritual dan personalnya yang tercermin dalam karya-karya yang dipamerkan di Gallery at Indus Restaurant, Ubud, Bali. Dalam teks kuratorial pameran ini, Nin Djani menuliskan, “Ribbons menampilkan renungan Kathrin Honesta dalam menyikapi keraguan dan mencari jawaban-Nya.”
Kami berkesempatan untuk berbincang secara daring dengan Kathrin Honesta, mengupas lebih dalam soal pameran “Ribbons” yang menjadi salah satu pencapaian karirnya di dunia seni visual. Bagi Kathrin Honesta sendiri, “Ribbons” merupakan gagasan yang ia dapatkan setelah membuka kembali jurnalnya dari tahun ke tahun.
“Dalam jurnal tersebut, setiap ada pemikiran, aku selalu gambarkan atau tuliskan. Dari jurnal-jurnal itu aku mencari tema apa yang menarik atau benang merah apa di antara semua karya di jurnalku, dan memang tema besar faith atau iman selalu muncul di jurnalku,” cerita Kathrin Honesta.
Bagi Kathrin, iman merupakan suatu hal yang penting dan menjadi dasar dari setiap perjalanan hidupnya, mulai dari karier hingga hubungan dengan orang lain. Nama “Ribbons” sendiri muncul ketika Kathrin menemukan elemen pita yang terus menerus hadir dalam sketsa-sketsanya. “Ribbons” pun menjadi metafora dari perjalanan iman. Layaknya pita, iman dapat terikat dengan kencang dan dapat renggang sewaktu-waktu.
Memvisualkan iman yang bentuknya sangat dinamis dan tak konkrit bukanlah hal yang mudah. Maka, Kathrin Honesta menggunakan simbol-simbol keimanan tertentu yang tertulis dalam kitab suci maupun elemen alam semesta. Nin Djani selaku kurator pun menyatakan bahwa renungan soal iman diterjemahkan oleh Kathrin Honesta dalam bahasa visual metafora dan unsur alam. Pita dan bunga menjadi kiasan perjalanan keimanan sang seniman yang tertuang dalam karya-karya barunya, sketsa, jurnal, dan karya ilustrasi lama yang juga ikut dipamerkan.
“Perpaduan karya lama dan eksplorasi artistik baru ini menjelajahi lika-liku intim antara penerimaan akan segala yang belum diketahui dan keteguhan untuk terus melangkah dengan penuh keyakinan,” tulis Nin Djani.
Berbicara soal karya lama Kathrin, sedari dulu seniman ini terkenal dengan ilustrasi digital dengan bentuk yang khas serta sentuhan personal. Pada pameran tunggal pertamanya ini, Kathrin ingin keluar dari zona nyaman dengan menggunakan medium tradisional seperti akrilik dan guas. Dalam keseharian Kathrin sebagai seniman, ia sering kali merasa bosan dengan praktik medium yang itu-itu saja. Keputusannya untuk berkarya dengan medium tradisional ini adalah langkah untuk menjawab rasa penasarannya akan keunikan warna hingga goresan yang bisa diciptakan dengan proses yang tak seinstan medium digital.
“Menurutku, medium tradisional itu punya keunikan sendiri. Misalnya, ada beberapa warna yang tidak bisa dihadirkan oleh medium digital. Ada juga beberapa brushstrokes di medium tradisional yang kita sebut dengan happy accident yaitu pola yang tercipta dengan tidak sengaja yang justru terlihat indah. Pola dan tekstur tersebut tidak bisa kita imitasi lewat medium digital,” ungkap Kathrin Honesta.
Berkarya dengan medium tradisional juga menjadi kesempatan bagi Kathrin Honesta untuk belajar soal manajemen waktu dalam pengerjaan karya. Kathrin mengungkapkan bahwa satu lukisannya dengan ukuran kanvas yang beragam bisa dikerjakan dalam waktu dua hingga tiga minggu. Dalam proses pengerjaan karyanya, Kathrin juga mengalami percobaan dan kesalahan. Alih-alih secara instan di-undo layaknya medium digital, Kathrin harus memulai kembali dari nol. Secara keseluruhan, pengerjaan karya baru dan persiapan untuk pameran “Ribbons” memakan waktu enam bulan, mulai dari Juni hingga Desember 2023.

Sebagai seniman, Kathrin Honesta ingin terus belajar dan mengeksplorasi medium dalam karyanya. Hal tersebut juga dapat membantunya untuk terus berkembang. Namun terkait konteks, Kathrin percaya bahwa setiap seniman punya panggilan sejati untuk membahas satu topik tertentu. Bagi Kathrin Honesta, dalam setiap karyanya, ia terpanggil untuk berbagi cerita tentang kehidupan sehari-hari yang personal dan beresonansi dengan banyak orang. Setelah bertahun-tahun berkarier di dunia seni dan mengenalkan karyanya kepada audiens, Kathrin menemukan bahwa banyak orang yang merasa dekat dengan karyanya. Bagaimana pun, emosi merupakan bahasa universal yang dirasakan oleh setiap manusia.
“I wanna talk about ‘the cooler topics’, like about the world and everything, but I can’t. Aku rasa, my true calling bukan di situ. Akhirnya, aku membahas keseharian dan perasaan yang ternyata banyak orang bisa resonate dengan emosi, kesedihan, kedukaan, yang pasti setiap orang pernah alami,” ungkap Kathrin.
Kathrin melihat bahwa karyanya bisa menerjemahkan perasaan dan pengalaman emosional yang pernah orang lain alami. Uniknya, konteks yang terlahir dari pengalaman personal sang seniman ternyata dirasakan secara kolektif oleh audiens yang menyaksikan karyanya. Kathrin mengutarakan bahwa ia ingin adanya dialog-dialog soal keseharian dan kehidupan yang tercipta dari karya-karyanya.
Menciptakan karya yang dapat berbicara tentang emosi dan perasaan, serta bisa dekat dengan audiens, tentu bukanlah proses yang sederhana. Setiap proses yang dijalani Kathrin selama bertahun-tahun sebagai seniman adalah momen penyembuhan baginya. Kathrin bercerita, karya adalah kesempatan untuk healing dan terapi baginya. Setiap kali Kathrin merasakan emosi yang sangat kuat, ia tak ragu untuk mengambil sketchbook dan langsung menerjemahkan apa yang ia rasakan ke dalam bentuk visual. Kathrin merasa praktik yang ia lakukan tersebut tidak sehat karena saat emosinya sedang tenang dan bahagia, ia merasa kehilangan inspirasi dan motivasi untuk berkarya. Kini, Kathrin mulai belajar untuk lebih konsisten dalam berkarya agar tidak hanya mengandalkan emosi kuat yang hanya datang dalam waktu tertentu.
“Sekarang, buat karya yang emotionally triggering itu enggak perlu memantik memori dari masa lalu kita. Aku mencoba untuk melatih diriku dengan melihatnya seperti karya untuk klien. Emosi yang kita hadirkan enggak harus dari cerita pribadi, bisa juga dari pengalaman orang lain dengan emosi yang dekat dengan kita,” jelas Kathrin.
Menurut Kathrin, kepekaan terhadap sekitar dan apa yang orang lain rasakan merupakan keterampilan yang penting dalam menerjemahkan perasaan orang lain ke dalam karya visual. Kathrin selalu mencoba untuk memulai obrolan dengan orang lain yang memiliki pengalaman menarik untuk menggali lebih dalam tentang perasaan. Dengan begitu, Kathrin dapat menuangkan emosi yang manusiawi, universal, dan dekat ke dalam setiap garis dalam karyanya.
Pameran tunggal “Ribbons” ini merupakan salah satu jejak berarti Kathrin Honesta di dunia kesenian yang sudah ia geluti selama bertahun-tahun. Perjalanan Kathrin tentu tidak mudah, namun menurutnya, kecintaan kepada seni adalah hal yang terus mendorongnya untuk berkarya. Kathrin juga melihat harapan di dalam ekosistem kesenian di Indonesia yang terus berkembang dan memberikan ruang kepada para kreatornya. Hal ini dapat Kathrin buktikan dengan tumbuhnya kesadaran perusahaan hingga lembaga di Indonesia dalam bermitra dengan seniman lokal dan memanfaatkan karya-karyanya untuk menyampaikan pesan tertentu. Dengan majunya ekosistem kesenian di Indonesia, Kathrin pun ingin terus berkontribusi memberikan ruang dialog dan mencerminkan kehidupan sehari-hari yang dinamis lewat karya-karyanya.