Krack! dan Semangat Kerja Kolektif

Matahari belum sepenuhnya turun. Di Lapangan Minggiran, Yogyakarta, kerumunan orang terlihat sedang menghabiskan sore dengan berolahraga. Ada pula yang memilih untuk menikmati kopi atau teh di angkringan yang berada di pinggir lapangan. Beberapa lainnya hanya duduk-duduk sembari membicarakan hal remeh temeh sampai isu politik. Cahaya menyelinap masuk ke lantai dua sebuah ruangan di seberang lapangan lewat jendela-jendela yang dibiarkan terbuka lebar. Ruangan tersebut penuh dengan tumpukan kertas, botol-botol cat, dan rakel yang berjajar di sebuah rak. Di ruang itu pula, Rudi Hermawan sedang mengeringkan layar berbahan dasar nilon yang baru saja ia oleskan obat afdruk. Ia tengah menyiapkan karya pribadinya untuk sebuah perhelatan seni rupa di ibu kota. 

Kilas balik ke 10 tahun yang lalu. Di tahun 2013, Rudi bersama dengan Malcolm Smith dan Prihatmoko Moki menginisiasi sebuah studio yang berfokus pada teknik cetak saring. Dibantu oleh Sukma Smita untuk urusan manajerial, Krack! lahir sebagai kolektif, studio, dan galeri cetak saring. Mereka menyewa bangunan dua lantai yang merupakan bagian belakang sebuah rumah. Lantai dasar yang awalnya merupakan garasi, mereka sulap menjadi galeri mini. Sedang lantai dua mereka fungsikan sebagai studio cetak saring. Langkah awal Krack! di ranah seni rupa dimulai saat mengadakan Pameran Perdana di tahun 2013. Pada pameran tersebut, mereka mengundang seniman lintas usia dan membuatkan karya cetak saring dari masing-masing seniman. Selang setahun kemudian, mereka menyelenggarakan Tanah / Impian, sebuah pameran pertama atas nama Krack! yang menampilkan dua puluh karya kolektif mereka. 

“Studio kami memang berangkatnya dari apa yang ada. Misalkan di studio, untuk expose pakai cara yang akrab dengan kami. Pakai kaca terus lampu dari bawah. Dengan cara-cara yang sederhana itu lah berangkatnya. Tidak berangkat dari studio yang proper gitu. Proper dalam artian fasilitas studio yang mapan,” Rudi menjelaskan situasi di masa-masa awal Krack! berdiri. Rudi mengatakan bahwa Krack! berjalan lewat metode dan pendekatan yang akrab baik bagi dirinya sendiri maupun Malcolm dan Moki. Selain kesederhanaan, Rudi mengakui bahwa Krack! pun lahir dari optimisme yang juga dibubuhi kenekatan mengingat belum maraknya studio yang mengkhususkan diri pada teknik cetak saring di Indonesia pada saat itu. 

zoom

Secara kekaryaan, Krack! memiliki karakter yang khas walaupun dikerjakan oleh beberapa seniman yang punya gaya visual berbeda. Karya-karya Krack! didominasi oleh warna-warna pastel. Dalam pendekatan artistiknya, Krack! banyak mengaplikasikan riset dan bermain dengan arsip-arsip grafis, khususnya iklan Indonesia pada masa lampau, lewat kacamata sosial, politik, sampai gender. Proses kreatif itu biasanya diawali dengan riset dan pencarian arsip. Materi yang terpilih kemudian akan dipindai dan diperbaiki untuk memenuhi standar kebutuhan cetak. Setelah itu, arsip akan dialihmediakan menjadi karya cetak saring. 

Dalam pandangan Rudi, bekerja sebagai kolektif dapat menghadirkan karya yang tak hanya baik secara visual, namun juga berangkat dari riset yang mendalam dan memberikan ruang bagi ide-ide dari satu sama lain. Riset pun dianggap sebagai bagian penting dalam berkarya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai kelompok, Krack! tumbuh secara organik. Orang-orang datang dan pergi tanpa ada ikatan. Selama empat tahun, Krack! hanya dijalankan oleh Malcolm, Moki, Rudi, dan Sukma. Baru di tahun 2017, beberapa orang baru ikut bergabung bersama Krack!. Menurut Rudi, bergabungnya orang-orang baru ini pun dilandaskan atas kenyamanan dan perasaan dapat bekerja bersama. Dengan sistem keanggotaan yang cukup dinamis, kini Krack! dijalankan oleh 15 orang. 

Di tahun ini, Krack! menerima hibah dari Dana Indonesiana. Hal tersebut mendorong kebutuhan Krack! untuk membentuk struktur keanggotaan. Cairnya keanggotaan Krack! Pun beradaptasi dan bertransformasi menjadi lebih terstruktur. Dengan begitu, segala program dapat dijalankan dan beban kerja dapat didistribusikan dengan baik. Program hibah ini merupakan satu dari sekian siasat Krack!—dan banyak kolektif lainnya—untuk menjaga keberlanjutan dan mengembangkan praktik kreatif mereka. Selain pameran dan lokakarya, kini Krack! juga menginisiasikan dan memperluas program lainnya dengan hasil presentasi yang tak melulu karya cetak. Sebagai contoh, mereka mengadakan pembekalan soal program residensi seniman untuk kebutuhan internal Krack!. Sedang salah satu program yang ditujukan untuk publik adalah inisiasi pendataan seni cetak yang akan diteruskan lewat program lainnya, seperti presentasi dan diskusi publik maupun pameran. 

Hari mulai gelap. Lapangan Minggiran telah sepi. Penjual angkringan telah menutup lapak dagangannya. Rudi beranjak dan menggowes sepedanya menuju sebuah acara diskusi seni di galeri lain yang bertempat tak jauh dari Krack!. Beberapa anggota Krack! masih sibuk di depan layar laptop mereka. Sedang sebagian lagi meninggalkan Krack! untuk keperluan yang lain. Di antara berkarya dan bermain, di antara praktik kerja kolektif dan pertemanan, di antara gagasan cemerlang dan gesekan, Krack! akan terus bertumbuh. Sebagai kelompok yang tak hanya disatukan oleh asas kenyamanan personal, Krack! terus memupuk semangat menghidupi dinamika seni rupa dan kolektivisme kaum muda.

slide-2
slide-4
slide-3
slide-1
About the Author

Daud Sihombing

Daud Sihombing has been writing professionally for the past 9 years. This fervent alternative publishing enthusiast prefers his quaint little town over the hustle and bustle of the city and doesn't let sleep stop him from watching every single AS Roma match.