Kegelisahan Kaum Pekerja di "Capitalizing Soul" Terbitan Ticket to Nowhere
Selain piawai sebagai desainer grafis, Novita Thresia memiliki kegemaran menulis. Hal tersebut yang membawanya untuk menginisiasi proyek publikasi Ticket to Nowhere. Bermula di tahun 2018, kini Ticket to Nowhere sudah merilis tiga volume dengan topik berbeda. Pada volume pertama, Ticket to Nowhere membawa tajuk Rationalizing Feelings untuk menyoroti cara orang-orang dalam memandang sebuah hubungan. Cukup lama berselang, baru di tahun 2022 Ticket to Nowhere bersama tiga kontributor penulis lainnya mempublikasikan judul kedua, Allegory of the Bubble, dengan pembahasan soal fenomena publik menyikapi fenomena "bubble" di isu sosial dan kehidupan sehari-hari. Membawa isu soal kerja dan “burn out”, Capitalizing Soul dipilih menjadi judul untuk volume ketiga dan dirilis pada Jakarta Art Book Fair lalu.
Penulisan Capitalizing Soul sendiri ternyata sudah dimulai jauh pada tahun 2020 saat masa pandemi. Pada waktu itu, Novita menumpahkan pengalaman dan pandangannya soal “burn out” yang ia rasakan. Melewati masa pasang surut dalam menulis, ia baru menyelesaikan bab pertama draf tulisan tersebut pada saat itu. Sekitar tiga tahun berselang, tepatnya di Mei 2023, Novita kembali melanjutkan tulisannya dan menyelesaikan dua bab yang tersisa. Hanya butuh sebulan untuk mendesain dan sebulan lagi untuk produksi guna menyelesaikan volume ketiga Ticket to Nowhere ini.
“Jadi setiap edisi Ticket to Nowhere selalu dimulai dengan proses penulisan terlebih dahulu. Pas menulis edisi ketiga ini, ternyata word-nya banyak tuh dan akhirnya menjadi karya penulisan yang paling tebal yang pernah gue tulis. Karena akhirnya topik yang diangkat pun berat dan menjadi text-heavy banget, gue sadar, di publikasi kali ini gue harus fokus di tulisannya. Gue harus bikin buku ini gampang dibaca dan idenya sampai,” Novita menerangkan. Pada dua volume sebelumnya, Novita lebih banyak bermain pada aspek desain dengan eksplorasi bentuk dan memberikan sisipan di beberapa halaman. Sedangkan pada volume ketiga ini, Novita beranggapan eksplorasi justru lebih banyak ia lakukan pada segi penulisan. Ia menjelaskan, “Jadi yang ini tuh gue lebih experiment gue sebagai penulis kali, ya. Lebih mikirin flow-nya. Lebih mikirin riset dan ide apa yang ingin disampaikan. Jadi secara desain lebih simple dan layout-nya lebih easy to see.”
Hal tersebut tampaknya terbukti. Novita berhasil menguliti isu-isu soal kerja, terutama yang berkaitan dengan generasi muda. Pandangan kritis sampai filosofis disampaikan dengan bahasa yang cukup kasual membuat tulisan dengan isu penting ini dapat dicerna tanpa perlu mengernyitkan dahi. Tangkapan layar berisi percakapan di film pun kembali hadir seperti dua volume sebelumnya dengan dialog-dialog yang siap menohok tiap pembaca—sekaligus menunjukkan Novita juga punya ketertarikan pada film, selain desain dan tulisan.
Pada volume ini, Novita memakai beberapa fon. IBM Plex Mono menjadi yang paling dominan. Merespon isu soal pekerja, fon ini ia pilih karena karakternya yang kaku, formal, dan dingin untuk membawa audiens seolah-olah sedang membaca sebuah laporan pekerjaan. Walaupun bentuknya terlihat seperti buku konvensional, namun Novita juga bereksperimen pada beberapa detail. Misalnya, mengaplikasikan exposed binding menggunakan benang hijau, teknik hotprint pada setiap divider bab dan sampul.
Soal warna, Capitalizing Soul didominasi oleh hijau. Menurut Novita, warna tersebut ia pilih sebagai representasi uang. “Mungkin kita dari dulu udah ke-brainwashed kalau dollar is green gitu. Mungkin ini jadi warna yang cocok gue angkat,” ia menjelaskan. Seperti pada dua volume sebelumnya, terbitnya Capitalizing Soul juga diikuti dengan rilisnya beberapa merchandise. Menurut Novita, terkait dengan padatnya waktu produksi, beberapa merchandise tidak dirancang dengan menurunkan langsung dari identitas visual buku. Hal tersebut dikarenakan pembagian waktu produksi merchandise yang sudah harus dibuat agar tidak bersamaan dengan waktu produksi buku yang akan menyita banyak perhatian. Selain itu, beberapa merchandise juga dibuat lebih generik dan menekankan pada penjenamaan Ticket to Nowhere itu sendiri.
Setelah Jakarta Art Book Fair, rangkaian acara promosi Capitalizing Soul berlanjut pada sebuah showcase di Grammars, Bandung, pada 11 November lalu sampai 11 Desember. Selain itu, Ticket to Nowhere tampaknya semakin menyeriusi eksplorasinya pada ranah penerbitan ini dengan mengikut Bangkok Art Book Fair dan Kuala Lumpur Art Book Fair. Dua acara tersebut sekaligus menjadi art book fair pertama Ticket to Nowhere di luar Indonesia.