Menjamah Beragam Wacana Desain bersama Terra Incognita

Masa pandemi membawa Aulia Akbar atau juga dikenal dengan pseudonim Spacelessmind pada pertanyaan-pertanyaan reflektif mengenai praktik kerja desainer grafis. Ia merenungkan soal desain dan tujuan ekonomi, perihal hubungan praktik desain dengan kondisi saat ini, sampai wacana pemecahan solusi melalui desain. Lewat tiga pertanyaan besar tersebut, Aulia berdiskusi dengan 19 pelaku kreatif dalam 13 topik tentang pandangan mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut berdasarkan praktik para pelaku.

Para pelaku yang diwawancarai oleh Aulia tak hanya praktisi dalam negeri, namun juga dari Malaysia, Jepang, dan Taiwan. Mereka yang terlibat adalah Abdurrahman Hanif, Helen C.H. Ting, Idhar Resmadi, Theo Gennardy, Mikiharu Yabe, Thufeil Gumilar, Prananda L. Malasan, Bram Patria Yoshugi & Ira Cerella, Iqbal Firdaus & Eugenius Krisna, Falah Naim, Diaz Hensuk & Danny Wicaksono, Ardo Ardhana, dan Roda Nona.

Membawa tajuk Terra Incognita, Aulia mendefinisikan publikasi ini sebagai sebuah proyek tulis kolektif-inisiatif desain yang mencoba menampung suara-suara mengenai apa, mengapa, dan bagaimana hal-hal yang membentuk seorang desainer atau pelaku kreatif serta tantangan dalam realitasnya ditulis dalam format wawancara informal sebagai tawaran pandangan alternatif. Bertindak sebagai pengarah dan penggagas, proyek inisiasi Aulia ini dilakukan secara kolektif bersama Asrul Adam Pasai, Mochamad Fakhri A., Rika Fitriani, Bramantyo Yudha P., Yanuar Banu H., Tisa Wiriaatmadja, Luky Wiranda, Alka Maula, Ratu Hansza Syafia, Risang Ayu, Rakasiwa Pradeliana, dan Astri Apriyani.

Zoom

13 wawancara yang tersaji dalam Terra Incognita menampilkan beragam obrolan, mulai wacana besar soal desain di Indonesia dan literasi pada bidang desain, sampai hal-hal spesifik, seperti tipografi. Di tengah diskusi nan berat dan kontemplatif yang dihadirkan, Terra Incognita terasa cukup kasual, mengingat tulisan pada publikasi ini merupakan transkrip wawancara Aulia dengan para pelaku. Membaca Terra Incognita bak hadir di tengah percakapan antara Aulia dan para narasumbernya. Dengan pembawaan yang kritis, Aulia mengajukan pertanyaan yang dapat menggali perspektif para narasumber terhadap isu yang dibicarakan.

Dari segi desain, sebagai penulis dan perancang buku, Aulia mengatakan, “Karena ini sifatnya bunga rampai, per orang yang aku interview ini ada chapter sendiri karena topiknya beda-beda. Tapi, aku himpun semua dalam satu editorial. Makanya, punya benang merah, yaitu gambar pixelated [foto tiap narasumber].” Pendekatan tersebut merupakan representasi dari “ketidakpastian” geliat desain yang dibahas dalam buku ini. Ia menambahkan, “Formatnya A5, handheld gitu. Enggak hardcover. Jadi, bisa dibuka penuh. Terus binding-nya pake closed swiss binding biar bisa open flat gitu. Bisa dibaca di mana aja.”

Publikasi ini diproduksi Aulia bersama Thinking*Room. Guna menyiasati rumitnya urusan produksi, Aulia melakukan penjajakan kepada kandidat rekan dalam proyek ini. Ia melihat Thinking*Room mempunyai poin-poin penting sebagai koproduser proyek ini, salah satunya pengalaman membuat publikasi. Proyek ini pun mendapat dukungan dari Harapan Prima dan Fedrigoni Indonesia. Kini, Aulia sedang melakukan serangkaian program promosi dan pengenalan Terra Incognita di beberapa kota, seperti Bandung pada 12 - 21 Januari dan selanjutnya akan melakukan kunjungan ke Cirebon. Terra Incognita menjadi oase di tengah sedikitnya pelaku kreatif, khususnya desain grafis, yang menulis dan kritis terhadap praktik profesinya—di luar obrolan yang berkutat pada teknik.

Slide-1
Slide-2
Slide-3
Slide-4
Slide-5
Slide-6
Slide-7
Slide-8
About the Author

Daud Sihombing

Daud Sihombing has been writing professionally for the past 9 years. This fervent alternative publishing enthusiast prefers his quaint little town over the hustle and bustle of the city and doesn't let sleep stop him from watching every single AS Roma match.