Di Balik Visual yang Melengkapi Keresahan Dongker dalam Album Ceriwis Necis
Lima tahun sejak terbentuknya pada 2019, band Dongker akhirnya merilis album penuh pertama mereka yang diberi judul Ceriwis Necis pada 24 Mei lalu. Dalam album ini, Dongker mempersembahkan 17 lagu termasuk sederet track yang sudah tidak asing lagi bagi para pendengarnya seperti “Bertaruh Pada Api” dan “Tuhan di Reruntuh Kota”. Tak hanya unggul secara musikalitas, Ceriwis Necis juga menawarkan visual sampul albumyang memikat. Menggandeng seniman Aurora Arrazi, sampul album ini memberikan kesan kompleksitas, keresahan, dan kekhawatiran manusia dalam kesehariannya—mendorong siapa saja yang melihat untuk mendengarkan satu per satu track dalam album Ceriwis Necis. Kepada Grafis Masa Kini, Dzikrie Juliogian, pemain drum Dongker, membagikan proses kreatif di balik visual album Ceriwis Necis, mulai dari sampul hingga merchandise.
Sebelum membahas lebih dalam perihal visual album Ceriwis Necis, Dzikrie terlebih dahulu menjelaskan apa yang ingin Dongker sampaikan dalam debut albumnya ini. Tak berbeda dari materi-materi rilisan sebelumnya, Dongker mengangkat cerita keseharian dari orang-orang terdekat mereka, termasuk masing-masing member grup. “Biasanya, inspirasi kami memang dari hal-hal terdekat. Kemudian, kami coba bahasan menggunakan simbol-simbol yang lebih luas dari kita sebagai manusia seperti penggunaan diksi-diksi kota sebagai ruang. Semua itu agar lagu-lagu kami bisa lebih relate dengan hidup banyak orang,” cerita Dzikrie. Dongker merangkum masalah orang-orang terdekat mereka dan melihat dari kacamata ruang yang lebih luas; kegelisahan orang-orang di perkotaan. Dzikrie lebih lanjut menjelaskan, “Gimana misalnya pekerjaan kita di kantor setiap harinya bisa memengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Setiap hal yang kita lakukan menjadi intervensi.” Dongker juga mengangkat dua hal yang kontras yaitu ruang besar seperti kota yang sangat mendominasi keseharian manusia dan hal-hal pribadi yang ranahnya lebih rapuh. “Kita mencoba mencari hubungan dari keduanya,” imbuh Dzikrie.

Dalam menerjemahkan keresahan yang tertuang dalam album Ceriwis Necis ke bentuk visual, Dongker tidak pernah menentukan bentuk-bentuk visual tertentu untuk sampul album mereka. Dikenal dengan grafis yang khas di setiap rilisannya, Dongker ternyata selalu mempercayai orang-orang terdekat yang memang berkarya di ranah desain dan seni visual untuk menerjemahkan musik mereka. “Jadi, kebetulan orang-orang yang mengerjakan cover kami merupakan orang-orang terdekat dan masing-masing dari mereka memiliki gaya visual dan keunggulannya sendiri. Maka, proses eksplorasi visual kami serahkan ke mereka. Kami percaya dengan mereka,” ungkap Dzikrie. Pada album Ceriwis Necis ini, Aurora Arrazi yang didapuk untuk mengerjakan sampulnya. Semenjak tugas akhirnya di masa kuliah, cerita Dzikrie, Aurora berfokus pada eksplorasi kertas sebagai medium berkeseniannya. Sang seniman merakit kertas menjadi objek sehari-hari yang realistis. Bagi para penikmat seni, karya Aurora Arrazi sudah tak asing lagi. Objek-objek mungil dari kertas karya Aurora Arrazi telah dipamerkan di ArtJog 2023 hingga Art Jakarta Gardens 2024 lalu.
Untuk pengerjaan sampul album Dongker ini, Aurora Arrazi menggunakan lembaran dan potongan kertas kalkir yang semi transparan. Tak hanya itu, teknologi scanography juga digunakan dalam perampungan karya ini. Sebagai pemilik karya album Ceriwis Necis, Dongker hanya meminta Aurora untuk menampilkan objek-objek yang merepresentasikan kota untuk menggambarkan problematika keseharian di ruang-ruang besar yang menjadi pesan utama dalam album ini. “Makanya, secara visual kita bisa melihat cone, lampu jalan, ada juga pembatas jalan, semua yang identik dengan jalanan perkotaan. Dari situ, secara visual sudah merepresentasikan apa yang ingin Dongker sampaikan lewat Ceriwis Necis; persoalan kota, persoalan ruang,” jelas Dzikrie. Sang drummer juga menjelaskan proses pembuatan sampul album ini Dongker yang dikerjakan oleh Aurora. Pertama, eksplorasi kalkir dengan bahan semi transparan dicoba untuk dipotong menjadi cut outs sesuai dengan bentuk objek yang ingin ditampilkan. Kemudian, cut outs tersebut ditumpuk. Ketika tumpukan tersebut memasuki tahap scan, bentuk akhirnya akan menghasilkan efek layers atau lapisan dari depan ke belakang. Menurut penjelasan Dzikrie, efek layers tersebut menggambarkan tumpukan persoalan hubungan antar ruang dan manusia yang tidak pernah sederhana. “Kompleksitas tersebut direpresentasikan lewat visual berlapis,” tutur Dzikrie.
Bukan Dongker namanya jika hanya menawarkan produk visual sebatas sampul album. Sebelum rilisnya Ceriwis Necis, Dongker berkolaborasi dengan merek parfum yang berbasis di Bandung, Sanoebari, untuk meluncurkan merchandise kaos Ceriwis Necis. Berbagai desain merchandise resmi album Ceriwis Necis yang diluncurkan langsung oleh Greedy Dust, label tempat Dongker bernaung, pun menawarkan eksplorasi tipografi dan ilustrasi yang memberikan kesan hiruk-pikuk problematika urban. Selain itu, ke depan, Dongker berencana merilis buku kolaborasi dengan Copyright/Reserved yang membahas Ceriwis Necis lebih dalam dengan menampilkan visual barang-barang yang memiliki makna bagi perjalanan Dongker selama ini. Dzikrie meminta pendengar untuk menunggu pengumuman resmi dari Dongker dalam menyambut buku visual ini. “Nantikan saja, cara pengemasannya sepertinya akan menarik,” kata Dzikrie.
Sepanjang karier musiknya, Dongker menjadi salah satu band yang tak hanya menghasilkan karya musik yang tegas, tapi juga karya visual memikat dengan desain yang timeless dan “dekat” dengan keseharian. Tak heran, di setiap acara musik, kaos Dongker selalu terlihat berkeliaran. Dalam praktik visualnya, Dongker selalu memberdayakan teman-teman seniman di sekitarnya. “Kami itu sangat ber-privileged karena punya teman-teman keren dan expert di bidang visual masing-masing. Maka, kami selalu kepikiran untuk menggabungkan karya mereka dengan materi Dongker,” cerita Dzikrie. Ia juga mengatakan bahwa berkolaborasi dengan teman-teman sendiri membuat Dongker lebih nyaman menyampaikan cerita di balik materi musiknya. Sehingga, ketika diterjemahkan dalam bentuk visual, terasa lebih dekat. Kolaborasi ini ternyata merupakan kebiasaan Dongker dari semasa kuliah. “Kami punya budaya nongkrong yang kuat. Masing-masing dari kami melakukan sesuatu di bidangnya sendiri-sendiri, kemudian kami berkolaborasi. Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang,” kenang Dzikrie.
Bagi Dongker sendiri, desain sampul dan materi pendukung lainnya untuk setiap rilisan mereka merupakan hal yang esensial. Memiliki latar belakang kesenian, setiap anggota Dongker memberikan perhatian khusus pada visual yang mendampingi materi musik mereka. “Visual membantu orang berhenti untuk melihat sejenak, kemudian engage dan mendengarkan musik kami,” kata Dzikrie. Dalam perjalanannya, Dongker pun tidak ragu untuk terus eksplorasi bentuk visual—mencari pendekatan yang dapat menerjemahkan musik yang mereka lahirkan.