Menjelajahi Segala Hal Kitsch melalui SEARCH Vol. 2 oleh LIE Studio
Pada tanggal 9 Maret, SEARCH Magazine hadir kembali dengan SEARCH Vol.2 — Kitsch. Diprakarsai oleh studio desain grafis dan penyelenggara Kuala Lumpur Art Book Fair (KLABF), LIE Studio, majalah ini menggali naik turunnya estetika kitsch dan bagaimana para praktisi kreatif berinteraksi dengan gaya visual ini. Kembalinya SEARCH Magazine disambut peminat pada pesta peluncurannya yang diadakan di toko buku Eslite Malaysia.
SEARCH awalnya dimulai sebagai sebuah buku. Pendiri dan Direktur Artistik LIE Studio, Driv Loo, memprakarsai proyek ini dengan tujuan mendokumentasikan dan menampilkan para praktisi desain di Asia Tenggara. “Ini adalah hasrat pribadi saya. Ketika saya masih belajar, kami memiliki semua buku-buku referensi desain. Kami melihat banyak desain dari Barat dan Timur tetapi kami tidak memiliki banyak dokumentasi tentang desain di Asia Tenggara,” jelas Driv. Diterbitkan pada tahun 2019, buku ini menampilkan total 40 studio desain grafis dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. “[Buku ini] pada dasarnya adalah sebuah kumpulan portofolio, jadi cukup jelas. Jadi, kami pikir kenapa tidak dibuat dalam format majalah agar bisa ada wawancara dan karya seni yang lebih mendalam untuk membicarakan budaya desain di Asia Tenggara,” jelas Driv tentang peralihan SEARCH menjadi majalah.
Volume pertama SEARCH Magazine kemudian terbit pada tahun 2021 dengan judul SEARCH Vol.1—Independence. “Kami merencanakan [volume] pertama sekitar masa MCO (Movement Control Order atau PPKM). Sepanjang karier, saya juga banyak dipengaruhi oleh musik dan film 'indie'. Sebagai seorang desainer, saya juga berpikir, 'Kita harus mempunyai pemikiran independen tentang seni, tentang dunia. Maka dari itu, edisi yang pertama adalah soal kemerdekaan.”
Fokus SEARCH Vol.2 pada segala hal tentang kitsch sebenarnya sebagian dipicu oleh ketertarikan istri Driv dalam gaya visual eklektik ini. Hal ini juga sebagian terinspirasi oleh semakin populernya toko barang bekas (thrift store) dan kafe-kafe trendi di Taman Paramount. Driv menjelaskan, “Jadi, saya melihat banyak anak muda [di sana] dan mereka sangat terbuka dengan fashion Y2K semacam ini. Saya juga punya teman di industri fashion jadi mereka banyak terlibat dengan estetika kitschy semacam ini. Bagi saya, [mengingat] usia saya, ketika saya melihat estetika seperti ini, pada tahun 2000, itu seperti tren kami saat itu. Jadi, menurut saya, cukup menarik bahwa hal yang bagi saya old-school ini adalah hal baru [bagi mereka].”
Dalam hal kurasi, Driv mengingat bahwa prosesnya sangat mirip dengan volume pertama dengan satu perbedaan mencolok. Jilid satu memiliki fokus yang jelas pada bidang desain grafis. Oleh karena itu, Driv sudah mengenal orang-orang yang ingin ia tampilkan di majalah tersebut. Sebaliknya, jilid kedua memperluas konteksnya lebih dari sekadar desain grafis, mengakui bahwa kitsch, sebagai gaya visual, juga menyentuh upaya kreatif lainnya seperti fashion. Dia mencatat, “Desain hanyalah bagian dari itu. Kami perlu membuka lebih banyak aspek seperti gaya hidup dan budaya karena kitsch memengaruhi banyak hal seperti apa yang dikenakan orang.” Ini berarti Driv harus melakukan lebih banyak penelitian awal sebelum merencanakan volume kedua serta meminta bantuan dari editor tambahan, Julia Merican. “Kami ingin mencakup semua jenis genre seperti industri fashion, industri desain, dan berbagai jenis budaya. Karena latar belakang desain saya, saya ingin melihat seperti apa sifat kitschiness ketika diterapkan pada desain. Lantas, seperti apa desainnya? Itu sebabnya ketika saya melihat Ardhira Putra, yang banyak menganut aspek citypop tahun 80-an, menurut saya mengandung semacam kitsch di dalamnya. Jadi semua desainer dan seniman yang kami tampilkan, mereka punya esensi [kitsch],” jelas Driv.
SEARCH Vol.2—Kitsch juga merayakan peluncurannya bergandengan tangan dengan toko buku Eslite. LIE Studio telah lama tertarik untuk bekerja sama dengan toko buku berasal dari Taiwan ini. “Tahun lalu kami sudah menanyakan apakah mereka tertarik melakukan sesuatu dengan KLABF atau tidak. Tapi, karena satu dan lain hal, itu tidak berhasil. Jadi, kami berpikir, ‘Mungkin lebih mudah bagi kami untuk menghadirkan acara tersebut ke toko buku mereka.’ Mereka sangat ramah dan terbuka terhadap ide-ide kami. Jadi, ketika kami bertanya kepada mereka apakah boleh meluncurkan buku di toko mereka, mereka langsung setuju,” kenang Driv.
Jilid dua menyoroti berbagai pelaku kreatif yang bergulat dengan estetika kitsch. Sorotan khusus untuk Driv adalah cerita sampul Motoguo, label fashion Malaysia yang berspesialisasi dalam gaya kitsch. Jilid kedua ini juga mendalami gagasan “so bad, it’d good” sebagai bagian dari estetika kitsch. Majalah ini tidak segan-segan mempertimbangkan baik dan buruknya gaya visual ini. Ada keseimbangan antara catatan editor yang mempertimbangkan asal-usul kitsch yang “lowbrow” dan bagaimana hal itu diterjemahkan ke dalam konteks Asia Tenggara dengan kekhawatiran mengenai konsekuensi gaya kitsch dan cringe culture yang dicatat dalam esai “Powers of Cringe” oleh Valerie You. “Pada dasarnya majalah itu seperti platform terbuka. Baik atau buruknya seperti diskusi,” kata Driv. SEARCH Vol.2—Kitsch dapat dibeli dari toko online resmi LIE Studio.