Desain Grafis dalam Sinema
“Mungkin tanpa disadari, waktu kecil ketika liat film kartun atau live action aku suka bikin ulang properti-propertinya. Kaya misalnya, bikin peta harta karun yang dikasih kopi atau teh jadi kaya kuno. Kalau pernah nonton Blue’s Clues, itu kan si Steve dapet surat. Itu aku suka bikin ulang suratnya,” Evan Wijaya membuka obrolan dengan menjelaskan soal jatuh hatinya pada elemen-elemen grafis di dalam sebuah film. Evan adalah seorang desainer grafis yang kini banyak terlibat di banyak film maupun seri.
Seluruh seri dari film Harry Potter dan film The Grand Budapest Hotel punya peran dalam mendorong dan meyakinkan Evan untuk mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual dan bercita-cita untuk kelak dapat terlibat pada sebuah produksi film. Selepas lulus kuliah, ia sempat bekerja di Thinking*Room selama hampir tiga tahun dan baru benar-benar terjun langsung di dunia film pada tahun 2019 ketika mengerjakan properti grafis di Ali & Ratu Ratu Queens. Semenjak langkah awalnya di dunia film tersebut, Evan kini sudah bekerja untuk hampir 30 judul, baik film maupun seri.
Kenekatan mungkin menjadi salah satu modal Evan untuk dapat menembus industri film. Di awal upayanya masuk ke ranah film, ia masih meraba dan merasa ada jarak antara dirinya dengan ranah tersebut. Tak kenal dengan siapa pun di dunia film, ia memberanikan diri untuk memperkenalkan dirinya langsung kepada para pelaku baik secara verbal maupun melalui surel dan mengikuti berbagai acara terkait film. Jalan pun mulai terbuka ketika ia akhirnya dapat terhubung dengan tim artistik yang menangani film Ali & Ratu Ratu Queens.
Menurut Evan, lingkup kerjanya pada sebuah produksi film dapat dibagi menjadi dua bidang. Pertama, pekerjaan yang sifatnya untuk kebutuhan promosi. Misalnya, title treatment atau pembuatan poster dan elemen promosi lainnya, baik cetak maupun digital. Pada lingkup pekerjaan ini, Evan akan berkoordinasi dengan pembuat film, baik produser, sutradara, dan di beberapa kasus juga melibatkan tim pemasaran. Film Cinta Pertama, Kedua, & Ketiga adalah pengalaman pertama Evan pada ruang kerja ini.

Menurut Evan, biasanya tiap rumah produksi memiliki proses yang berbeda. Saat ia terlibat sebelum syuting, biasanya ia hanya akan diberikan sinopsis atau naskah. Namun, saat ia masuk setelah produksi, ia dapat diberikan potongan kasar hasil syuting. “Selain itu, aku juga minta dokumen-dokumen lain, kaya director treatment untuk membantu [mengetahui] dunia yang ingin dibangun itu seperti apa,” ia menuturkan.
Dalam konteks desain grafis, area kerja ini layaknya pengerjaan penjenamaan. Wilayah kerjanya meliputi pembuatan konsep, arahan artistik, arahan fotografi, pemilihan warna, tata letak, sampai pengaplikasian tipografi. Namun sebelumnya, Evan berkomunikasi dengan pembuat film perihal poin apa saja yang ingin disampaikan oleh film tersebut. Bagi Evan, tahap ini merupakan fase yang krusial karena ia harus dapat menyamakan persepsi dengan para pembuat mengenai film tersebut. Menurutnya, pembuat film mempunyai hak prerogatif dalam menilai rancangan yang ia buat.
Lingkup pekerjaan yang kedua adalah perancangan properti grafis berdasarkan kebutuhan cerita dan visual. Evan bekerja di dalam departemen artistik dan memungkinkan juga dengan sutradara pada lingkup pekerjaan yang satu ini. Berbeda dengan lingkup sebelumnya, pada area kerja ini Evan bertugas untuk merancang elemen yang dibutuhkan di dalam layar.
“Biasanya aku mendapat skenario full. Aku harus baca. Dari situ, yang biasa aku lakukan, aku breakdown script. Aku highlight ketika baca kira-kira mana yang butuh bikin properti grafis. Misalnya, di suatu adegan ada yang butuh tiket atau postcard. Ada juga bagian scene yang belum terdeskripsi [kebutuhan propertinya] secara jelas. Misalnya, adegan seorang karakter naik taksi di tahun 2005. Di situ harus peka mana aja elemen yang ada tulisan atau gambar,” Evan menuturkan cara kerjanya saat menangani properti grafis Ali & Ratu Ratu Queens. Setelah itu, Evan akan berkoordinasi dengan penata artistik untuk saling melengkapi.
Riset pun menjadi bagian penting dalam perancangan bagi Evan, khususnya saat membuat properti grafis. Ia membagikan pengalamannya merancang kebutuhan properti grafis untuk seri Gadis Kretek. Pada tahap awal, alih-alih mendapatkan sinopsis, Evan justru diminta untuk membaca novel. Ternyata, dengan membaca novel tersebut, ia dapat menemukan visualisasi yang jelas, seperti detail pada kemasan dan tulisan-tulisan pada pamflet.
Setelah itu, ia membeli dan mengumpulkan etiket rokok lama untuk mempelajari jenis kertas, teknik cetak, sampai warna yang biasa digunakan. Evan pun membaca beberapa buku mengenai industri kretek pada masa lalu. Ia menemukan penggunaan kata-kata yang cukup ikonik dan berbeda dengan penggunaan bahasa pada masa kini. Detail-detail tersebut yang kemudian ia reka ulang dalam perancangan properti grafis untuk Gadis Kretek.
Dalam menjalani karir ini, Evan memilih menjadi pekerja lepas. Bekerja untuk beragam tim dan rumah produksi merupakan salah satu upaya untuk terus berjejaring. Dengan konsisten menghasilkan karya yang baik, ia yakin hal tersebut dapat membuat para pelaku film semakin memperhatikan kehadirannya dan mengantarkannya pada proyek-proyek selanjutnya. Kini Evan tengah menggarap beberapa judul tayangan yang akan segera hadir untuk publik. Kekaryaan dan keterlibatan Evan pada banyak judul tayangan telah menunjukan potensi lebih jauh dari desain grafis.