Mewujudkan Ekosistem dan Praktik Desain yang Baik Bersama ADGI

Diperingati setiap tanggal 27 April sejak tahun 1995, Hari Desain Internasional merupakan kesempatan untuk memahami kembali nilai-nilai desain dan kapasitasnya untuk menciptakan perubahan secara luas. Dikutip dari situs resmi International Council of Design, pada Hari Desain Internasional, para desainer dari seluruh belahan dunia ditantang untuk menemukan solusi inovatif terhadap kebutuhan sehari-hari manusia dan menggunakan desain sebagai kendaraan untuk merayakan keberagaman dan melampaui batas-batas. Pada 2024 ini, Hari Desain Internasional mengangkat tema Is It Kind?, jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi “Apakah Ini Baik?”. Tema ini mengajak para desainer, dan siapa saja yang berkecimpung di dunia desain atau penikmat desain, untuk merenungkan kembali nilai-nilai kebaikan yang diterapkan dalam praktik-praktik desain.

Dalam menafakurkan tema ini, kita dipantik dengan pertanyaan—diajak membayangkan—bagaimana jika dalam proses mendesain, para desainer terlebih dahulu ditanya: Apakah ini baik? Lebih lanjut, bagaimana jika tolok ukur keberhasilan sebuah desain dilihat dari seberapa baiknya desain tersebut bagi orang banyak alih-alih seberapa menguntungkannya? Dengan kata sifat “baik” yang seringkali dianggap relatif, mendefinisikan kebaikan dalam praktik desain menjadi pertanyaan yang muncul selepas kita merefleksikan tema Is It Kind? tersebut. International Council of Design sendiri menegaskan, “Mendefinisikan desain yang baik dan membangun kebaikan ke dalam praktik desain berarti: Memusatkan pada kemanusiaan.” Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa desain seharusnya berorientasi pada kebaikan pengguna, masyarakat luas yang merasakan pengaruhnya, dan semua pihak yang terlibat dalam dunia desain, termasuk para desainer.

Praktik desain yang baik dapat diwujudkan dengan dukungan ekosistem desain yang sehat bagi siapa saja yang terlibat di dalamnya. Pemahaman yang mendalam soal pentingnya kesejahteraan desainer dapat mendorong praktik desain yang penuh kesadaran—yang nantinya akan menghasilkan desain yang baik. Menggali implementasi tema Is It Kind? tersebut dalam konteks desain grafis di Indonesia, Grafis Masa Kini berbicara dengan Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI), organisasi berbasis keanggotaan yang terdiri dari para profesional di bidang desain grafis dan lingkup desain lainnya. Sebagai anggota keprofesian, kata Ritchie Ned Hansel selaku Ketua Umum ADGI, asosiasi ini sendiri memberikan ruang aman bagi para profesional di bidang desain grafis untuk dapat terkoneksi dengan industri dan stakeholder di Indonesia. Dengan begitu, ekosistem desain grafis di Indonesia akan terus bergerak dan menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru bagi para pelakunya untuk berkembang.

Zoom-1

“Selain itu, kita juga membuka ruang-ruang diskursus melaluichapter untuk bisa mengembangkan desain grafis di Indonesia secara merata,” kata Ritchie. “Pergerakan diskursus dan industri tadi pada akhirnya bisa membangun ekosistem desain sebagai bagian dari kemajuan budaya di Indonesia,” imbuhnya. Pemerataan dan kesetaraan kesempatan juga menjadi salah satu fokus dari implementasi temaIs It Kind?, terlebih dengan latar manusia yang plural layaknya di Indonesia.International Council of Design mencatat bahwa desain yang baik dapat bersifat partisipatif, berorientasi sosial, terbuka, dan setara—artinya praktik desain yang baik melampaui batasan-batasan yang ada. Dengan memahami nilai kebaikan dalam praktik keterbukaan dan pemerataan tersebut, semakin banyak ruang-ruangan partisipatif dan kolaboratif yang tersedia untuk seluruh pelaku desain di Indonesia.

Kehadiran asosiasi seperti ADGI menjadi krusial dalam membangun ekosistem desain yang terus bertumbuh untuk menghasilkan desain yang baik dan penuh kesadaraan. Ritchie Ned Hansel menjelaskan bahwa dalam proses kemajuan sebuah bidang, diperlukan kendaraan yang netral untuk mendukung pembuat kebijakan yang mampu mewakili seluruh lapisan yang terlibat. Kendaraan tersebut juga mengantarkan dukungan bagi pelaku desain grafis di Indonesia untuk bersama-sama mewujudkan ekosistem desain yang ideal. “Diharapkan ADGI sebagai asosiasi bisa menjadi kendaraan tersebut untuk seluruh desainer grafis agar bisa bersama-sama memajukan dan menyehatkan ekosistem (desain) kita,” ungkap Ritchie.  Ketika berbicara tentang ekosistem desain yang sehat, tentu ada tolok ukur sendiri yang menjadi patokan bagi industri desain di berbagai belahan dunia. Ekosistem desain yang sehat di Indonesia sendiri, menurut Ritchie, “Ketika etika desain sudah menjadi bagian penuh dari cara kita, para pelaku, secara sadar menjalankan industri ini, baik dari pengguna maupun pemberi jasa.” 

Zoom-2

Tema Is It Kind? dalam perayaan Hari Desain Internasional menambahkan makna yang lebih jauh dalam pembahasan etika desain di industri. Dalam semangat kebaikan ini, desain tidak cukup hanya memenuhi kriteria untuk tidak menjadi produk atau karya yang “buruk”. Desain diharapkan dapat menunjukkan kebaikan dan kepedulian terhadap lingkungan tempatnya berada. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan memiliki standar untuk ekosistem desain kita sendiri di Indonesia yang melampaui standar sebelumnya—memikirkan esensi kemanusiaan itu sendiri dalam praktik desainnya. Dalam proses perancangan, setiap pelaku juga diharapkan dapat menunjukkan kepedulian, tidak hanya bagi konsumen dari produk desain itu sendiri, tetapi juga semua aspek di lingkungan yang terdampak oleh kehadiran desain tersebut. 

Mewujudkan ekosistem yang sehat demi desain yang baik dan menerapkan kebaikan dalam praktik-praktik desain tentu bukanlah hal yang mudah karena nilai-nilai kebaikan yang diusung sendiri menantang sistem-sistem yang sudah ada, termasuk memikirkan kembali bagaimana desain berorientasi pada kebaikan alih-alih keuntungan belaka. Terkait tantangan ini, Seto Adi Witonoyo, Direktur Kode Etik ADGI, menambahkan, “Meningkatkan valuasi dari keprofesian desain grafis merupakan tantangan tersendiri diperlukan etika profesional yang bersifat umum dan dapat diterima secara luas serta memiliki tujuan yang sama.” Menurut Seto, kedudukan profesional suatu disiplin ilmu, termasuk desain grafis, dapat terwujud jika ada tindakan kolektif dari para praktisi dan bagaimana profesi tersebut mempunyai keunggulan di tengah aspek budaya modern seperti sekarang. Seto kemudian menjabarkan langkah-langkah kolektif yang dapat dilakukan, “Memberikan wadah untuk berekspresi dan membuka kesempatan bagi para desainer dan keilmuan desain grafis agar lebih dikenal di masyarakat, saling bertukar gagasan dan ilmu melalui program-program yang dibuat ADGI agar bisa diakses ke semua kalangan, membangun kesadaran para praktisi untuk memberikan dampak kepada sosial dan lingkungan melalui desain yang baik.”

Dengan ekosistem desain yang terus berkembang dan bergerak maju, para pelaku desain dapat mengubah tantangan yang dipantik oleh tema Hari Desain Internasional tahun ini menjadi kemungkinan untuk menciptakan hal yang baru, dan di waktu yang bersamaan memastikan bahwa apa yang dikerjakan mengedepankan kebaikan yang berorientasi pada kemanusiaan. Di Indonesia sendiri, langkah-langkah menuju ekosistem desain yang sehat dan praktik desain yang baik terus terlihat. Ritchie mengatakan bahwa pergerakan desain yang terjadi di Jakarta bisa menjadi representasi soal seberapa dekat kita dengan ekosistem ideal yang ingin dicapai oleh pelaku desain di Indonesia. “Tetapi, kalau harus mendorong seberapa jauh yang ingin dicapai oleh kita, bagaimana keilmuan desain dan komunitasnya bisa secara merata diterapkan juga di daerah-daerah lain di Indonesia dengan memberikan solusi-solusi yang bermanfaat. Mungkin itu tahap lain keidealan yang ingin kita tuju,” tutup Ritchie.

Slide-1
Slide-2
Slide-3
Slide-4
Slide-5
About the Author

Alessandra Langit

Alessandra Langit is a writer with seven years of diverse media experience. She loves exploring the quirks of girlhood through her visual art and reposting Kafka’s diary entries at night.